Bioteknologi
A. Bioteknologi dalam
Pertanian
Bioteknologi
banyak dimanfaatkan dalam bidang pertanian. Pembuatan kompos dan biogas
merupakan contoh yang sederhana. Pemanfaatan bioteknologi untuk meningkatkan
hasil pertanian pada masa sekarang ini dilakukan secara modern, misalnya pada
pemuliaan tanaman dengan menciptakan tanaman transgenik (tanaman yang gennya
telah dimodifikasi), kultur jaringan, biopestisida, dan sebagainya. Berikut ini
beberapa contoh bioteknologi dalam bidang pertanian.
1. Hidroponik dan Aeroponik
Hidroponik
adalah suatu istilah yang digunakan dalam bercocok tanam tanpa menggunakan
tanah sebagai media tumbuhnya. Untuk memperoleh zat makanan atau unsur hara
yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman, ke dalam air
yang digunakan dilarutkan campuran pupuk organik. Campuran pupuk ini dapat diperoleh dari buatan sendiri atau pupuk buatan yang siap pakai. Adapun keuntungan dengan cara hidroponik adalah sebagai berikut.
yang digunakan dilarutkan campuran pupuk organik. Campuran pupuk ini dapat diperoleh dari buatan sendiri atau pupuk buatan yang siap pakai. Adapun keuntungan dengan cara hidroponik adalah sebagai berikut.
a. Tumbuhan bebas dari hama dan
penyakit.
b. Produksi tanaman lebih tinggi.
c. Tumbuh lebih cepat.
d. Pemakaian pupuk lebih efisien.
e. Mudah pengerjaannya.
f. Tidak tergantung pada kondisi alam.
g. Tidak membutuhkan lahan luas.
b. Produksi tanaman lebih tinggi.
c. Tumbuh lebih cepat.
d. Pemakaian pupuk lebih efisien.
e. Mudah pengerjaannya.
f. Tidak tergantung pada kondisi alam.
g. Tidak membutuhkan lahan luas.
Selain
hidroponik, saat ini teknik yang sedang dikembangkan adalah teknik aeroponik.
Jika hidroponik media yang digunakan untuk tumbuh akar adalah air dan media
lain misalnya kerikil atau pasir. Tapi pada aeroponik tidak
menggunakan media sama sekali. Akar tanaman di letakkan menggantung dalam suatu wadah yang dijaga kelembapannya dari air yang biasanya berasal dari pompa bertekanan sehingga timbul uap air. Zat makanan diperoleh melalui larutan nutrien yang disemprotkan ke bagian akar tanaman.
menggunakan media sama sekali. Akar tanaman di letakkan menggantung dalam suatu wadah yang dijaga kelembapannya dari air yang biasanya berasal dari pompa bertekanan sehingga timbul uap air. Zat makanan diperoleh melalui larutan nutrien yang disemprotkan ke bagian akar tanaman.
Sistem
aeroponik memiliki kelebihan dibandingkan sistem hidroponik. Pada sistem aeroponik,
akar yang menggantung akan lebih banyak menyerap oksigen sehingga meningkatkan
metabolisme dan kecepatan pertumbuhan tanaman.
2. Kultur Jaringan Tumbuhan
Kultur
jaringan memanfaatkan sifat totipotensi sel, yaitu setiap sel membawa informasi
genetik yang lengkap sehingga berpotensi untuk berkembang menjadi individu baru
yang lengkap. Kultur jaringan mula-mula dilakukan oleh Frederick C. Steward.
Steward mengkultur sel-sel akar tanaman wortel dalam suatu media buatan. Dari
sel-sel akar itu berhasil tumbuh tanaman wortel yang lengkap. Hasil percobaan
ini membuktikan bahwa sel mengandung semua informasi genetik yang lengkap.
Bagian yang akan ditumbuhkan melalui kultur jaringan disebut eksplan. Eksplan
yang digunakan biasanya dari jaringan tumbuhan yang masih muda, misalnya ujung
akar, tunas, dan daun muda. Berdasarkan jenis eksplannya, kultur jaringan dapat
dibedakan menjadi kultur meristem, kultur antera, kultur embrio, kultur
protoplas, kultur kloroplas, kultur polen, dan lain-lain. Eksplan yang telah disterilkan
ditumbuhan pada media steril yang mengandung nutrisi dan zat pengatur tumbuh.
3. Bioteknologi dalam Pembentukan
Varietas Tanaman
Teknik-teknik
bioteknologi juga dimanfaatkan untuk membuat jenis tanaman tanaman unggul yang
baru. Hal ini diperlukan untuk mencukupi kebutuhan pangan yang terus meningkat,
sedangkan luas lahan pertanian cenderung menurun. Tanaman unggul ini diharapkan
mempunyai produktivitas yang lebih baik. Selain itu, peningkatan hasil, juga dilakukan
upaya perbaikan pada kandungan nutrisi, kelestarian lingkungan, usia panen, dan
berbagai nilai tambah yang lain. Sebagai contoh, nilai tambah pada beberapa
tanaman unggul yang telah dikembangkan adalah sebagai berikut.
a. Peningkatan kandungan nutrisi pada
tanaman pisang, cabe, stroberi, dan ubi jalar.
b. Peningkatan rasa, misalnya pada
tanaman tomat, cabe, buncis, dan kedelai.
c. Peningkatan kualitas produk,
misalnya pada pisang, cabe, stroberi dengan tingkat kesegaran dan tekstur yang
lebih baik.
d. Mengurangi reaksi alergi, misalnya
pada tanaman polongpolongan dengan kandungan protein penyebab alergi yang lebih
rendah
e. Kandungan bahan berkhasiat obat,
misalnya pada tomat dengan kandungan lycopene yang tinggi yang berguna sebagai
antioksidan untuk mengurangi kanker, bawang dengan kandungan allicin untuk
menurunkan kolesterol, serta pada padi dengan kandungan vitamin A dan zat besi
untuk mengatasi anemia dan kebutaan.
f. Tanaman yang mampu memproduksi
vaksin dan obatobatan untuk mengobati penyakit manusia, misalnya pada tanaman
tembakau yang telah direkayasa sehingga dapat menghasilkan vaksin untuk
penyakit kanker.
g. Tanaman dengan kandungan nutrisi
yang lebih baik untuk pakan ternak.
B.
Kultur Jaringan
Mungkin
kamu sering mendengar kultur jaringan tumbuhan. Tahukah kamu apakah kultur
jaringan tumbuhan itu? Teknik kultur jaringan banyak dilakukan untuk
menghasilkan bibit tumbuhan dalam jumlah besar dan seragam sifat
genetiknya dalam waktu relatif singkat, misalnya bibit jati, anggrek, dan kelapa sawit.
genetiknya dalam waktu relatif singkat, misalnya bibit jati, anggrek, dan kelapa sawit.
Kultur jaringan merupakan salah satu cara
perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik
perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata
tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara
aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang
tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi
menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan
tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan
yang dilakukan di tempat steril.
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu
memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan
secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa
keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat
diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat
yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang
singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih
cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.
Media
merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi
media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak.
Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon.
Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain.
Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya
maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan.
Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca.
Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan
autoklaf. Di bidang pertanian, bioteknologi diantaranya berperan dalam:
- Pembentukan tumbuhan tahan hama
- Pembuatan tumbuhan yang mampu menambat nitrogen
- Mengendalikan serangga perusak tanaman budidaya
- Pembiakan tanaman unggul tahan hama
- Mengatasi produksi bibit yang sama dalam jangka waktu singkat
- Mengatasi terbatasnya lahan pertanian
C. Tahapan kultur
Jaringan
a. Pemilihan
dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber Eksplan
Sebelum
melakukan kultur jaringan untuk suatu tanaman, kegiatan yang pertama harus
dilakukan adalah memilih bahan induk yang akan diperbanyak. Tanaman tersebut
harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta harus sehat dan bebas dari
hama dan penyakit. Tanaman indukan sumber eksplan tersebut harus dikondisikan
dan dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau greenhouse agar eksplan yang
akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari sumber kontaminan
pada waktu dikulturkan secara in-vitro.
Lingkungan
tanaman induk yang lebih higienis dan bersih dapat meningkatkan kualitas
eksplan. Pemeliharaan rutin yang harus dilakukan meliputi: pemangkasan,
pemupukan, dan penyemprotan dengan pestisida (fungisida, bakterisida, dan
insektisida), sehingga tunas baru yang tumbuh menjadi lebih sehat dan dan
bersih dari kontaminan. Selain itu pengubahan status fisiologi tanaman induk
sumber eksplan kadang-kadang perlu dilakukan seperti memanipulasi parameter
cahaya, suhu, dan zat pengatur tumbuh. Manipulasi tersebut bisa dilakukan dengan
mengondisikan tanaman induk dengan fotoperiodisitas dan temperatur tertentu
untuk mengatasi dormansi serta penambahan ZPT seperti sitokinin untuk
merangsang tumbuhnya mata tunas baru dan untuk meningkatkan reaktivitas eksplan
pada tahap inisiasi kultur .
b.
Inisiasi Kultur
Tujuan
utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah pembuatan kultur dari
eksplan yang bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru (Wetherell,
1976). Ditambahkan pula menurut Yusnita, 2004, bahwa pada tahap ini mengusahakan
kultur yang aseptik atau aksenik. Aseptik berarti bebas dari mikroorganisme,
sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan.
Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan
menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya
pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk perbanyakan
(multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya (Wetherell, 1976).
Untuk
mendapakan kultur yang bebas dari kontaminasi, eksplan harus disterilisasi.
Sterilisasi merupakan upaya untuk menghilangkan kontaminan mikroorganisme yang
menempel di permukaan eksplan. beberapa bahan kimia yang dapat digunakan untuk
mensterilkan permukaan eksplan adalah NaOCl, CaOCl2, etanol, dan HgCl2.
Kesesuaian
bagian tanaman untuk dijadikan eksplan, dipengaruhi oleh banyak faktor. Tanaman
yang memiliki hubungan kekerabatan dekat pun, belum tentu menunjukkan rspon
in-vitro yang sama (Wetherell, 1976). Penggunaan eksplan yan tepat merupakan
hal penting yang juga harus diperhatikan pada tahap ini. Umur fisiologis dan
ontogenetik tanaman induk, serta ukuran eksplan bagian tanaman yang digunakan
sebagai eksplan, merupakan faktor penting dalam tahap ini. Bagi kebanyakan
tanaman, eksplan yang sering digunakan adalah tunas pucuk (tunas apikal) atau
mata tunas lateral pada potongan batang berbuku. Namun belakangan ini, eksplan
potongan daun yang dulunya hanya digunakan untuk tanaman-tanaman herba, seperti
violces, begonia, petunia dan tomat, ternyata dapat digunakan juga untuk tanaman-tanaman
berkayu seperti Ficus lyrata, Annona squamosa, dan melinjo. Eksplan yang dapat
digunakan untuk memperbanyak tanaman Anthurium sendiri diantaranya adalah tunas
pucuk, daun, tangkai daun muda, tangkai bunga, spate, spandik, biji, ruas
batang dan anther.
Umur
fisiologis dan umur ontogenetik jaringan tanaman yang dijadikan eksplan juga
berpengaruh terhadap potensi morfogenetiknya. Umumnya, eksplan yang berasal
dari tanaman juvenile mempunyai daya regenerasi tinggi untuk membentuk tunas
lebih cepat dibandingakan dengan eksplan yang berasal dari tanaman yang sudah
dewasa.
Masalah
yang sering dihadapi pada kultur tahap ini adalah terjadinya pencokelatan atau
penghitaman bagian eksplan (browning). Hal ini disebabkan oleh senyawa fenol
yang timbul akibat stress mekanik yang timbul akibat pelukaan pada waktu proses
isolasi eksplan dari tanaman induk. Senyawa fenol tersebut bersifat toksik,
menghambat pertumbuhan atau bahkan dapat mematikan jaringan eksplan.
c.
Multiplikasi atau Perbanyakan Propagul
Tahap
ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau bahan tanaman yang diperbanyak
seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya dalam keadaan tertentu sehingga
sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya (Yusnita, 2004). Pada
tahap ini, perbanyakan dapat dilakukan dengan cara merangsang terjadinya
pertumbuhan tunas cabang dan percabangan aksiler atau merangsang terbentuknya
tunas pucuk tanaman secara adventif, baik secara langsung maupun melalui
induksi kalus terlebih dahulu. Seperti halnya dalam kultur fase inisiasi, di
dalam media harus terkandung mineral, gula, vitamin, dan hormon dengan
perbandingan yang dibutuhkan secara tepat (Wetherell, 1976). Hormon yang
digunakan untuk merangsang pembentukan tunas tersebut berasal dari golongan
sitokinin seperti BAP, 2-iP, kinetin, atau thidiadzuron (TDZ).
Kemampuan
memperbanyak diri yang sesungguhnya dari suatu perbanyakan secara in-vitro
terletak pada mudah tidaknya suatu materi ditanam ulang selama multiplikasi
(Wetherell, 1976). Eksplan yang dalam kondisi bagus dan tidak terkontaminasi
dari tahap inisiasi kultur dipindahkan atau disubkulturkan ke media yang
mengandung sitokinin. Subkultur dapat dilakukan berulang-ulang kali sampai
jumlah tunas yang kita harapkan, namun subkultur yang terlalu banyak dapat
menurunkan mutu dari tunas yang dihasilkan, seperti terjadinya penyimpangan
genetik (aberasi), menimbulkan suatu gejala ketidak normalan (vitrifikasi) dan
frekuensi terjadinya tanaman off-type sangat besar.
d.
Pemanjangan Tunas, Induksi, dan Perkembangan Akar
Tujuan
dari tahap ini adalah untuk membentuk akar dan pucuk tanaman yang cukup kuat
untuk dapat bertahan hidup sampai saat dipindahkan dari lingkungan in-vitro ke
lingkungan luar. Dalam tahap ini, kultur tanaman akan memperoleh ketahanannya
terhadap pengaruh lingkungan, sehingga siap untuk diaklimatisasikan (Wetherell,
1976). Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi di pindahkan ke
media lain untuk pemanjangan tunas. Media untuk pemanjangan tunas mengandung
sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin. Tunas tersebut dapat dipindahkan
secara individu atau berkelompok. Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih
ekonomis daripada secara individu. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut
dapat diakarkan. Pemanjangan tunas dan pengakarannya dapat dilakukan sekaligus
atau secara bertahap, yaitu setelah dipanjangkan baru diakarkan. Pengakaran
tunas in-vitro dapat dilakukan dengan memindahkan tunas ke media pengakaran
yang umumnya memerlukan auksin seperti NAA atau IBA. Keberhasilan tahap ini
tergantung pada tingginya mutu tunas yang dihasilkan pada tahap sebelumnya.
Disamping itu, beberapa perlakuan yang disebut hardening in vitro telah
dilaporkan dapat meningkatkan mutu tunas sehingga planlet atau tunas mikro
tersebut dapat diaklimatisasikan dengan persentase yang lebih tinggi. Beberapa
perlakuan yang bisa dilakukan sebagai berikut:
1. Mengondiskan
kultur di tempat yang pencahaannya berintensitas lebih tinggi (contohnya 10000
lux) dan suhunya lebih tinggi.
2. Pemanjangan
dan pemanjangan tnas mikro dilakukan dalam media kultur dengan hara mineral dan
sukrosa lebih rendah dan konsentrasi agar-agar lebih tinggi (Yusnita, 2004).
e.
Aklimatisasi
Dalam
proses perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, tahap aklimatisasi planlet
merupakan salah satu tahap kritis yang sering menjadi kendala dalam produksi
bibit secara masal. Pada tahap ini, planlet atau tunas mikro dipindahkan ke
lingkungan di luar botol seperti rumah kaca , rumah plastik, atau screen house
(rumah kaca kedap serangga). Proses ini disebut aklimatisasi. Aklimatisasi
adalah proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika pengakaran dilakukan
secara ex-vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media
tanah, atau pakis sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang
siap ditanam di lapangan. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa
dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan
keberhasilan yang tinggi.
Tahap
ini merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro di rumah kaca, rumah
plastik, rumah bibit, dan lapangan sangatlah jauh berbeda dengan kondisi iklim
mikro di dalam botol. Kondisi di luar botol bekelembaban nisbi jauh lebih
rendah, tidak aseptik, dan tingkat intensitas cahayanya jauh lebih tinggi
daripada kondisi dalam botol. Planlet atau tunas mikro lebih bersifat
heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh dalam kondisi berkelembaban sangat
tinggi, aseptik, serta suplai hara mineral dan sumber energi berkecukupan.
Disamping
itu tanaman tersebut memperlihatkan beberapa gejala ketidak normalan, seperti
bersifat sukulen, lapisan kutikula tipis, dan jaringan vaskulernya tidak
berkembang sempurna, morfologi daun abnormal dengan tidak berfungsinya stomata sebagai
mana mestinya. Strutur mesofil berubah, dan aktifitas fotosintesis sangat
rendah. Dengan karakteristik seperti itu, palanlet atau tunas mikro mudah
menjadi layu atau kering jika dipindahkan ke kondisi eksternl secara tiba-tiba.
Karena itu, planlet atau tunas mikro tersebut diadaptasikan ke kondisi
lngkungan yang baru yang lebih keras. Dengan kata lain planlet atau tunas mikro
perlu diaklimatisasikan.
D.
Penerapan
Teknologi Kultur Sel dan Jaringan
Salah
satu penerapan ilmu kultur sel dan jaringan adalah upaya untuk meningkatan
produksi azadirahtin melalui kultur suspensi sel Azadirachta indica A.Juss
melalui penambahan skualen. Azadirachta indica atau tumbuhan nimba
adalah salah satu jenis tumbuhan yang menghasilkan berbagai zat aktif, salah
satu bahan aktif tersebut adalah azadirahtin, yaitu suatu senyawa triterpenoid
yang berguna sebagai sumber terbaik untuk biopestisida. Azadirahtin dapat
digunakan sebagai biopestisida karena bersifat antifeedant dan
mengganggu pertumbuhan serta reproduksi serangga. Sampai saat ini, produksi
biopestisida dari tumbuhan nimba dilakukan dengan cara mengisolasi langsung
dari tumbuhan utuh, terutama dari biji. Setiap gram biji nimba mengandung 3,6
mg azadirahtin, namun keberadaan nimba di Indonesia relatif sedikit karena daerah
penyebarannya terbatas di Pulau Jawa dan Bali. Eksploitasi terhadap tumbuhan
ini menyebabkan penurunan populasinya di alam yang secara langsung
mengakibatkan berkurangnya sumber biopestisida, khususnya azadirahtin.
Eksploitasi terjadi karena nimba digunakan sebagai sumber obat-obatan dan bahan
bangunan. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan metode alternatif, yaitu
dengan menggunakan kultur jaringan (Zakiah, 2003).
E.
Keunggulan
dan kelemahan kultur jaringan
Keunggulan perbanyakan
bibit dg Kultur jaringan :
v
Bibit yg dihasilkan mempunyai sifat yang identik
dengan induknya,
v
Dapat memperbanyak bibit dalam jumlah yang besar
v
Tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas,
v
Mampu
menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat,
v
Kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin,
v
Kecepatan
tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.
Kerugian Kultur Jaringan :
v
Bibit yang dihasilkan relatif mempunyai perakaran
yang tidak kuat
v
Mempersempit lapangan kerja pembibitan secara
konvensional.
Sumber:
Kustiawan. Penerapan kultur
jaringan dalam bioteknologi pertanian. http://kustiawan-fpk.web.unair.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar