Perkembangan
Kognitif Anak Selama 3 Tahun Pertama
Dalam mempelajari
perkembangan kognitif, para peneliti memerlukan suatu pendekatan. Berikut
adalah beberapa pendekatan yang sering digunakan oleh para peneliti:
A.
Pendekatan
Tingkah Laku: mekanisme dasar dari belajar
Para ahli
perilaku lebih memfokuskan pada bagaimana perilaku berubah dalam merespon suatu
pengalaman. Saat bayi lahir, bayi akan belajar dari apa yang mereka lihat,
dengar, cium, rasa, dan sentuh, dan mereka juga memiliki kemampuan untuk
mengingat apa yang telah mereka pelajari. Dan berikut adalah proses
pembelajaran yang dipelajari oleh ahli perilaku: pengkondisian klasikal dan
pengkondisian instrumental, lalu pembiasaan diri (habituasi).
1.
Pengkondisian klasikal dan instrumental
Pengkondisian
klasikal memungkinkan bayi mengatisipasi suatu kejadian yang berulang sebelum
hal itu terjadi lagi dengan menghubungkan antarstimulus. Pembelajaran dari
pengkondisian klasikal juga dapat menghilang, jika tidak dikuatkan dengan
asosiasi perilaku yang diulang-ulang.
Pengkondisian
klasikal itu bersifat pasif, menyerap dan secara otomatis bereaksi pada
stimulus. Sebaliknya, pengkondisian instrumkental bersifat aktif. Pembelajar
bertindak atau bereaksi terhadap lingkungan. Contohnya, infant belajar untuk membuat respons tertentu pada stimulus
lingkungan dalam rangka menghasilkan efek tertentu.
2.
Memori infant
Banyak pernyataan yang diajukan oleh
para ahli menyangkut tentang memori infant.
Seperti, Piaget (1969) dan yang lainnya mengatakan bahwa kejadian awal (setelah
bayi dilahirkan) tidak disimpan oleh memori karena otak belum cukup berkembang
untuk menyimpannya. Freud, percaya bahwa ingatan awal sebenarnya disimpan,
tetapi ditekan karena mengganggu secara emosional. Penelitian lain, menunjukkan
bahwa anak tidak bisa menyimpan suatu kejadian dalam memori mereka hingga
mereka membicarakan sendiri tentang hal itu.
Penelitian lebih lanjut mengatakan,
proses memori bayi mungkin tidak berbeda secara mendasar dari anak yang lebih
tua dan orang dewasa kecuali ingatan bayi lebih pendek. Studi ini menemukan
bahwa bayi mengulang aksi sehari-hari atau berminggu-minggu jika mereka secara
periodik diingatkan oleh situasi ketika mereka mempelajarinya.
Contoh eksperimen Carolyn Rovee-Collier
dan rekannya, bayi dikondisikan secara instrumental untuk menendang. Bayi usia
dua hingga enam bulan, ketika ditunjukkan gerakan yang sama selama beberapa
hari atau minggu kemudian, bayi akan mengulang gerakan yang sama. Ketika bayi
melihat gerakan tersebut, mereka menendang lebih banyak dibandingkan sebelum
dikondisikan, hal ini menunjukkan bahwa pengenalan kembali gerakan ini memicu
memori pengalaman awal yang mereka alami.
Prosedur awal dan pengetahuan perseptual
menunjukkan bahwa infant dengan
gerakan menendang untuk mengaktifasi hal tersebut tidaklah sama dengan anak
yang lebih tua atau orang dewasa dalam mengaktifasi memori yang sangat jelas
dari kejadian tertentu. Masa infant
adalah masa untuk perubahan yang sangat banyak dan ingatan mengenai pengalaman
spesifik tidak mungkin digunakan untuk waktu yang lama. Mungkin ini salah satu
alasan orang dewasa tidak mengingat kejadian yang muncul ketika mereka bayi.
B. Pendekatan Psikometrik: tes
perkembangan dan intelegensi
Perilaku intelegensi berorientasi pada
tujuan dan adaptif; mengarahkan diri untuk menyesuaikan diri terhadap persoalan
dan kondisi kehidupan. Memungkinkan individu meningkatkan, mengingat dan
menggunakan pengetahuan; untuk memahami konsep dan hubungan; dan untuk
memecahkan masalah sehari-hari.
Tujuan pengetesan psikometrik adalah untuk
mengukur secara kuatintatif faktor yang diperkirakan membentuk kecerdasan
(misalnya pemahaman dan penalaran) dan, dari hasil pengukuran, untuk
memprediksi performansi di masa depan (seperti prestasi sekolah). Tes IQ (Intelegece Quotient) terdiri dari
pertanyaan atau tugas yang diperkirakan dapat menunjukkan seberapa besar
kemampuan yang dimiliki individu tersebut, dengan membandingkan performansi
individu dengan norma yang dibentuk oleh kelompok besar dari pengambil tes yang
menjadi standarisasi stempel.
Namun, mengetes infant dan toddler adalah
masalah lain. Karena, bayi tidak bisa mengetahui apa yang mereka tahu dan
bagaimana mereka berpikir. Cara paling mudah untuk mengukur kecerdasan mereka
dengan menentukan apa yang bisa mereka lakukan.
1. Menguji infant
dan toddler
The
Bayley Scales of Infant and Toddler Development (skala Bayley dari
Perkembangan Infant dan Toddler) adalah tes perkembangan yang
banyak digunakan untuk memeriksa anak dari usia satu bulan hingga 3,5 tahun.
Skor Bayley III mengindikasikan kekuatan anak, kelemahan anak, dan kompetensi
pada setiap lima area perkembangan; kognitif, bahasa, motorik, sosial-emosi,
dan perilaku adaptif. Plihan angka skala perilaku bisa dilengkapi ole penguji
di dalam bagian informasi dasar dari pengasuh anak. Skor yang terpisah disebut
skor perkembangan (development
Quotients/DQs), dihitung untuk setiap skala. DQs paling sering digunakan
untuk mendeteksi awal gangguan emosi dan sensoris, system saraf, dan kekurangan
dari stimulus lingkungan, dan membantu orang tua dan professional untuk membuat
rencana kebutuhan masing-masing anak.
2. Mengukur dampak awal dari pengaruh lingkungan
rumah
Pegukuran ini menggunakan Home Observbation for Measurement of the
Environment (HOME) (R.H. Bradley, 1989; Caldwell & Bradley, 1984),
pengamat terlatih mewawancarai pengasuh utama dan menggolongkan daftar cek
ya-atau-tidak mengenai stimulasi kecerdasan dan mendukung observasi anak di
rumah. Skor HOME memiliki hubungan secara signifikan dengan pengukuran
perkembangan kognitif.
Satu
factor penting bahwa HOME mengukur orang tua yang responsif. HOME memberikan
nilai pada orang tua dari infant dan toddler yang terlihat peduli atau mencium
anak selama kunjungan penguji. Studi longitudinalmenemukan korelasi positif
antara orang tua yang responsive terhadap anak usia 6 bulan dengan skor IQ
anak, skor tes prestasi, dan penilaian guru terhadap perilaku anak di kelas
pada usia 13 tahun.
Namun,
kita tidak bisa yakin akan dasar yang ditentukan bahwa orang tua yang responsif
atau lingkungan rumah yang akan stimulus mampu meningkatkan intelegensi anak.
Tetapi, dapat dikatakan orang tua yang terdidik cenderung mampu memberikan
stimulasi yang positif terhadap lingkungan rumah, dank arena mereka juga
mewariskan gen pada anak mereka, maka mungkin terdapat pengaruh genetis di
dalamnya.
Penbelitian
lain mengidentifikasi tujuh aspek dari lingkungan rumah yang memungkinkan
berkembangnya kognitif dan psikososial dan membantu persiapan anak untuk masuk
sekolah, yaitu:
a.
Mendorong eksplorasi dari lingkungan.
b.
Mengawasi dalam hal keterampilan
kognitif dasar dan psikososial.
c.
Merayakankemajuan perkembangan yang
diperoleh.
d.
Member petunjuk dalam mempraktikan dan
menambah keterampilan.
e.
Komunikasi lebih kaya dan responsif.
f.
Petunjuk dan pembatasan perilaku.
3. Intervensi
awal
Intervensi
awal adalah proses sisematik dari suatu perencanaan dan penyediaan layanan
terapi dan pendidikan bagi keluarga yang membutuhkan bantuan dalam memenuhi
kebutuhan perkembangan infant, toddler,
dan siswa prasekolah. Intervensi awal yang paling efektif adalah (1) mulai
lebih awal dan dilanjutkan pada usia prasekolah; (2) waktu yang sangat
terperinci (misal, memakan waktu lebih berjam-jam dalam sehari atau
berhari-hari dalam seminggu, sebulan, atau setahun; (3) menyediakan pengalaman
pendidikan secara langsung, tidak hanya sekedar pelatihyan bagi orang tua; (4)
termasuk kesehatan, konseling, dan pelayanan sosial; dan (5) dibuat berdasarkan
perbedaan dan kebutuhan individu.
Berdasarkan
studi menggunakan skala HOME dan studi neurologis dan penelitian lain
menyarankan petunjuk berikut untuk membina perkembangan kognitif infant dan toddler:
a.
Pada bulan-bulan awal, sediakan stimulus
sensoris, terapi hindari stimulus yang berlebih dari suara yang mengganggu.
b.
Sejalan dengan tumbuhnya bayi, ciptakan
lingkungan yang mengembangkan pembelajaran satu diantaranya adalah dengan buku,
objek yang menarik dan tempat untuk bermain.
c.
Berikan respos terhadap sinya dari bayi,
hal ini membutuhkan perasaan percaya bahwa dunia adalah tempat yang ramah dan
memberikan bayi perasaan control terhadap kehidupan mereka.
d.
Berikan bayi kekuatan untuk merasakan
efek perubahan, melalui mainan yang bisa digoyang, dicetak atau digerakkan.
Bantu bayi menemukan kenop pembuka pintu, saklar lampu dan lain-lain.
e.
Berikan kebebasan pada bayi untuk
mengeksplorasi. Jangan membatasi mereka secara rutin di atas tempat tidur,
kursi lompat atau ruangan kecil dan hanya member periode yang singkat dalam bermain.
Biarkan bayi pergi dan merasakan lingkungan mereka.
f.
Bicara pada bayi. Mereka tidak akan
belajar menggunakan bahasa dari mendengarkan radio atau televisi, mereka
membutuhkan interaksi dengan orang dewasa.
g.
Dalam hal berbicara atau bermain dengan
bayi, masuklah ke dalam hal apapun yang mereka minat pada saat itu dibandingkan
dengan mencoba menarik mereka untuk tertarik pada hal yang lain.
h.
Susun peluang untuk belajar keahlian
dasar, seperti memberi nama, membandingkan dan mengelompokkan benda, meletakkan
komponen pada urutan, dan observasi konsekuensi dari suatu tindakan.
i.
Hargai keahlian baru dan membantu bayi
untuk latihan dan mengembangkannya. Tetap ada di dekat mereka, tetapi jangan
mengarahkan.
j.
Membacakan cerita kepada bayi dalam
kehangatan dan suasana penuh kepedulian semenjak usia awal. Membacakan dengan
suara nyaring dan bercerita mengembangkan kemampuan praliterasi mereka.
k.
Jangan terlalu sering menghukum mereka.
Jangan menghukum atau mengejek hasil uji coba eksplorasi mereka.
C.
Pendekatan
Piaget: tahap sensorimotor
Tahap pertama dari empat tahap perkembangan kognitif adalah tahap
sensorimotor. Melalui tahap ini (semenjak lahir hingga usia 2 tahun), infant
belajar tentang diri mereka sendiri dan dunia mereka melalui aktivitas motorik
dan sensoris yang berkembang. Bayi berubah dari manusia yang merespons secara
mendasar melalui perilaku reflex dan perilaku acak menuju orientasi tujuan toddler.
SUBTAHAP
DARI SAHAP SENSORIMOTOR
Tahap sensorimotor terdiri dari enam subtahab (table
5-2) yang berjalan dari skema yang satu ke yang lainnya, pola diatur melalui
pemikiran dan perilaku, menjadi lebih terperinci.
Melalui tahap pertama dari lima tahap, bayi belajar
untuk mengoordinasi masukan dari indra dan mengorganisir aktivitas mereka dalam menjalin hubungan dengan
lingkungan mereka. Melalui subtahab, kemajuan diperoleh dari pembelajaran
melalui uji coba menggunakan symbol dan konsep untuk memecahkan masalah yang
sederhana.
Kebanyakan pertunbuhan awal kognitif ini dating melalui
reaksi melingkar, saat bayi belajar untuk menghasilkan ulang kejadian yang
menarik atau menyenangkan melalui kesmpatan yang ada. Pada awalnya, ativitas
seperti sensasi mengisap menjadi sangat menyenangkan sehingga bayi ingin
mengulanginya lagi. Pengulangan yang dilakukan menghasilkan kesenangan,
memotivasi bayi ingin mengulanginya lagi.
Pada tahap subpertama
(lahir hingga 1 bulan), bayi baru lahir mulai melatih beberapa kontrol dari
reflex bawaan yang dibawa sejak lahir, melakukan suatu tindakan bahkan ketika
stimulus normal tidak hadir. Sebagai
contoh, bayi baru lahir mengisap secara
refleks ketika bibir mereka disentuh. Namun, segera mereka belajar untuk
menemukan putting bahkan ketika tidak disentuh, dan mereka mengisap pada saat
mereka tidak lapar. Perilaku baru ini mengilustrasikan bagaimana bayi
memodifikasi dan memperoleh skema dari mengisap.
Pada subtahap kedua
(sekitar 1 hingga 4 bulan), bayi belajar untuk mengulang secara bertujuan
sensasi tubuh yang menyenangkan yang diperoleh melalui kesempatan yang ada
(bicara, mengisap jempol,). Juga mereka memulai beralih menuju sumber suara,
menunjukkan kemampuan untuk mengoordinasikan jenis yang berbeda dari informasi
sensoris (mendengar dan melihat).
Subtahap ketiga (sekitar 4 hingga 8 bulan)
bertepatan dengan minat baru dalam manipulasi objek dan belajar tentang benda
yang dimilki. Bayi secara intens mengulang aksi tidak hanya kerana tujuan itu
sendiri, seperti pada tahap kedua, tetapi untuk mendapat hasil di balik tubuh
bayi itu sendiri. Sebagai contoh, bayi pada usia ini akan mengulangi menggoyang
gemerincing untuk mendengar suaranya atau bersuara ketiak muncul wajah yang dikenal,
untuk membuat wajah tersebut dapat dilihat lebih lama.
Pada bayi memasuki subtahap ke empat (sekitar 8
hingga 12 bulan), mereka belajar untuk menyimpulkan dari pegalaman masa lalu
untuk memecahkan masalah yang baru. Mereka akan merangkak untuk mendapat
sesuatu yang baru yang mereka inginkan, menggenggamnya, atau mendorong
memisahkannya.
Subtahap
|
Usia
|
Deskripsi
|
Perilaku
|
1. Menggunakan
refleks
|
Lahir
hingga 1 bulan
|
Infant
melatih refleks yang dibawa sejak lahir dan membentuk beberapa kontrol
melalui hal tersebut. Mereka tidak meraih objek yang mereka lihat.
|
Dorri
mulai mengisap ketika payudara ibunya ada dalam mulutnya.
|
2. Reaksi
Putaran utama
|
1
hingga 4 bulan
|
Infant
mengulangi perilaku yang menyennagkan yang muncul pada satu kesempatan
(seperti mengisap jempol). Aktivitas focus pada tubuh bayi dibandingkan efek
dari perilaku pada lingkungan. Bayi memperoleh adaptasi pertama, oleh karena
itu meraka mengisap objek berbeda denga cara yang berbeda.
|
Ketika
diberikan botol. Dylan yang biasanya ASI, mampu menyesuaikan isapannya pada
dot karet.
|
3. Reaksi
Putaran kedua
|
4
hingga 8 bulan
|
Infant
menjadi lebih tertarik pada lingkungan; mereka mengulangi tindakan yang
menghasilkan sesuatu yang menarik (seperti: menggoyang mainan gemerincing dan
memperpanjang pengalaman yang menarik.
|
Alejandro
mendorong seral yang kering melalui pinggir kursi makannya dan melihat satu
persatu bagian sereal yang jatuh ke lantai.
|
4. Koordinasi
skema kedua
|
8
hingga 12 bulan
|
Perilaku
lebih hati-hati dan memiliki tujuan
seperti koordinasi skema yang telah dipelajari infant sebelumnya (misal, melihat dan menggenggam gemerincing dan
menggunakan perilaku sebelumnya untuk mencapai tujuan mereka (seperti
merangkak melalui ruangan untuk mendapatkan mainan yang ia inginkan.
|
Anica
menekan tombol pada mainan buku musiknya dan “Twinkle, Twinkle, Little Star
terputar. Dia menekan lagi, dan lagi, memilih tombol yang lain sebagai
pengganti untuk lagu yang lain.
|
5. Reaksi
sirkular yang ketiga
|
12
hingga 18 bulan
|
Toddler
menunjukkan rasa ingin tahu dan melakukan percobaan, mereka secara bertujuan
melakukan banyak tindakan untuk melihat hasilnya (contoh, dengan menggoyang
gemirincing berbeda untuk mendengar suaranya). Mereka untuk menentukan apa
yang baru dari suatu benda kejadian, dan situasi.
|
Ketika
kakak perempuan Bjorn memegang papan buku ke penghalang tempat tidurnya,
Bjorn berusaha mengambilnya. Usaha pertama yang dilakukan untuk mengambil
buku tersebut terlalu lebar. Kemudian, Bjorn membalik buku tersebut, ke arah
samping, menariknya dan memeluknya.
|
6. Kombinasi
mental
|
18
hingga 24 bulan
|
Sekarang
toddler bisa secara mental mengartikan suatu kejadian, mereka tidak lagi
membatasi uji coba untuk memecahkan masalah. Pemikiran simbolis balita
memungkinkan mereka mulai berfikir mengenai kejadian dan antisipasi
konsekuensi tanpa selalu memiliki tujuan pada tindakannya.
|
Jenny
Jenny bermain dengan lpotss kotak, mencari dengan hatooohati-hati lubang yang
tepat untuk tiap bentuk sebelum me mencoba
dan akhirnya berhasberhasil.
|
Pada
subtahab kelima (sekitar 12 hingga 18 bulan), bayu mulai bereksperimen dengan
perilaku yang baru untuk melihat apa yang akan terjadi. Satu waktu ketika
mereka mulai berjalan, mereka akan lebih mudah mengeksplorasi lingkungan.
Mereka sekarang terlihat pada putaran reaksi tersier. Sebagai contoh, balita mungkin meremas bebek
karet yang menimbulkan bunyi mencicit ketika ditekan, untuk melihat apakah akan
bercicit lagi.
Subtahap
keenam (sekitar 18 bulan hingga 2 tahun) adalah perpindahan menuju tahap properasional
dari anak usia dini. Kemampuan
representasi-kemampuan secara mental menghadirkan objek dan tindakan-tindakan
dalam memori, secara meluas, melalui symbol seperti kata-kata, angka, dan
gambar mental- membebaskan toddler dari pengalaman langsung. Mereka bisa
berpura-pura dan kemampuan represntasi mereka memengaruhi kerumitan dari
kepura-puraan mereka (Bornstein, Haynes, O’Relly, & Painter, 1996).
APAKAH KEMAMPUAN IMITASI BERKEMBANG LEBIH DAHULU
DARIPADA PEMIKIRAN PIAGET?
Imitasi
adalah cara penting dalam belajar, hal ini secara khusus berguna pada akhir
tahun pertama, sebagaimana bayi mencoba keterampilan baru. Piaget mengatakan
bahwa imitasi yang tidak terlihat-imitasi menggunakan bagian dari tubuh yang
tidak terlihat oleh bayi seperti mulut dan lidah-berkembang sekitar usia 9
bulan, kemudian imitasi yang terlihat,
menggunakan tangan atau kaki, sebagai contoh, yang bisa dilihat bayi. Bahkan
pada studi dari Andrew Meltzolf dan M.
Keith Moore (1983, 1989), bayi berusia kurang 72 jam memunculkan imitasi kepada
orang dewasa dengan membuka mulut dan menjulurkan lidah mereka-respons yang
ditemukan peneliti lain ini menghilang sekitar usia 2 bulan (Bjorklund &
Pellegrini, 2000).
Peneliti beragumen bahwa mmendorong lidah mungkin
hanya eksplorasi perilaku yang terangsang oleh pemandangan lidah orang dewasa
(Bjorklund, 1997; S. S. Jones, 1996; Kagen 2008). Mendorong lidah menyediakan
tujuan adaptif yang berbeda untuk infant muda yang merespon berdasarkan
representasi kognitif perilaku orang lain. (Bjorklund & Pallegrini,
2000,Kagan, 2008). Jika begitu, menggunakan istilah imitasi untuk menggambarkan
kedua tipe perilaku bisa jadi menyesatkan (Kagan,
2008).
Piaget
juga mengatakan bahwa usia 18 bulan tidak bisa terlibat dalam imitasi yang
tertunda dari tindakan yang mereka lihat sebelumnya karena mereka belum bisa
mempertahankan representasi mental. Bagaimanapun, Piaget mungkin meremehkan, kemampuan infant, dan toddler karena
keterbatasan kemampuan untuk berbicara berdasarkan apa yang mereka ingat. Bayi usia
6 minggu mengimitasi gerakan muka orang dewasa setelah penundaan selama 24 jam,
dengan kehadiran orang dewasa yang sama, yang kali ini kurang berekpresi.
Observasi ini menunjukkan bahwa bayi yang sangat muda bisa mengiinggat bayangan
mental dari kejadian baru dan kompleks mulai terlihat usia 6 hingga 9 bulan
(Bauer, 2002, Meltzolf & Moore, 1998).
Konsep atau Keterampilan
|
Pandangan Piaget
|
Penemuan Baru
|
Imitasi
|
Perkembangan
imitasi yang tidak terlihat sekitar usia 9 bulan; imitasi yang tertunda
dimulai setelah perkembangan representasi mental dalam subtahab keenam (18-24
bulan)
|
Studi
controversial menemukan imitasi yang terlihat dan ekspresi wajah pada awal
kelahiran dan imitasi yang tertunda pada awal usia 6 bulan.
|
Permanen Objek
|
Berkembang secara bertahap
antara subtahap ketiga dari keenam.
|
Bayi usia 3.5 bulan
(subtahap kedua) tampak menunjukkan pengetahuan mengenai objek, interpeksi
penemuan ini masih diragukan.
|
Perkembangan simbolik
|
Tergantung
pada pemikiran representasi, yang berkembang pada subtahap keenam (18 hingga
24 bulan)
|
Pemahaman
mengenai gambar suatu benda yang lain muncul pada usia 19 bulan. Anak di
bawah 3 tahun cenderung sulit mengartikan skala model.
|
Pengategorian
|
Tergantung pemikiran
represntasi, yang berkembang pada subtahap keenam (18 hingga 24 bulan).
|
Bayi usia 3 bulan
tampak mengenali kategori perseptual, pada akhir tahun pertama mereka
mengategorikan fungsi.
|
Sebab akibat
|
Berkembang secara lambat antara usia 4 hingga 6 bulan
hingga 1 tahun, berdasarkan pemenuhan infant, dampak pertama dari tindakan
mereka dan kemudian dampak berikunya yang berasal dari kekuatan luar.
|
Beberapa bukti
menyatakan kesadaran awal dari suatu kejadian sebab akibat spesifik dalam
dunua fisik, tetapi secara umum pemahaman sebab akibat lebih lambat untuk
berkembang.
|
Jumlah
|
Tergantung pada
penggunaan simbol yang diawali pada subtahap keenam (18-24 bulan).
|
Bayi usia 5 bulan
dapat mengenali secara mental penjumlahan kecil, tetapi interpretasi penemuan
ini masih diperdebatkan.
|
Satu studi memprediksikan
perbedaan individu dari tugas ini dari pindahan otak infant seperti saat mereka
melihat foto dari prosedur pada urutan yang benar kurang kuat, hal ini
mengindentifikasikan bahwa mereka gagal melakukan konsolidasi memori untuk menyimpan dalam jangka panjang
(Beur,dkk.., 2003). Empat faktor nampak menentukan anak berusia muda memanggil
memori jangja panjang (1) urutan waktu kejadian dari pengalaman yang sudah
terjadi. (2) apakah anak berpatisipasi atau hanya mengamati. (3) apakah anak
menerima pengingat verbal dari pengalaman; dan (4) apakah urutan dari kejadian
terjadi secata logis, dan dalam urutan sebab akibat (Bauer dkk., 2000).
PERKEMBANGAN
PENGETAHUAN MENGENAI OBJEK DAN SIMBOL
Kemampuan untuk menerima ukuran dan bentuk objek dan
untuk melihat gerakan mereka mungkun merupakan mekanise awal yang
berkembang untuk mencegah pradator
(Rakison, 2005). Konsep objek-ide bahwa objek memilki eksistensi mandiri
mereka, karakteristik, dan lokasi berjarak-adalah perkambangan kognitif dasar
selanjutnya yang teratur melihat realitas fisik. Konsep objek adalah dasar
kesadaran anak bahwa diri mereka sendiri eksis menjadi bagian dari objek dan
orang lain. Penting untuk dipahami dunia yang penuh dengan objek dan peristiwa.
Kapan Permnanen Objek Berkembang?
Salah satu aspek konsep objek adalah objek bersifat
permanen, realisasi bahwa objek atau orang berlanjut untuk tetap ada ketika
sudah tidak terlihat.
Permanen objek berkembang secara berulang sepanjang
tahap sensorimotor. Di awal, infant, tidak punya konsep. Pada subtahap ketiga,
dari usia 4 hingga 8 bulan, mereka akan melihat sesuatu yang mereka jatuhkan;
tapi jika mereka tidak bisa melihatnya, mereka bertindak seolah tidak apa-apa.
Pada subtahap keempat, sekitar usia 8 hingga 12 bulan, mereka akan mencari
objek pada tempat mereka menemukan pertama kali saatobjek tersembunyi, bahkan
jika mereka melihat halite kemudian berpindah ke tempat lain; hal ini dikenal
sebagai A bukan B, salah. Dalam subtahap kelima, 12 hingga 18 bulan, mereka
tidak lagi membuat kesalahan ini, berdasarkan Piaget; mereka akan mencari objek
pada tempat terakhir benda itu terlihat disembunyikan. Jadi, mereka tidak
mencari benda itu pada tempat mereka tidak melihat benda itu di sembunyikan.
Pada subtahap keenam, 18 hingga 24 bulan, permanen objek secara penuh diraih,
toddler akan melihat objek bahkan jika mereka tidak melihat benda itu
tersembunyi.
Penelitian lain menyatakan bahwa bayi mungkin gagal
untuk mencari objek yang tersembunyi karena mereka belum bisa melakukan dua
langkah atau dua tangan sebagai rangkaian tindakan, seperti misalnya memidahkan
bantal atau mengangkat penutup kotak sebelum menggenggam objek. Ketika
diberikan kesempatan ulang, sepanjang periode 1 hingga 3 bulan, untuk
mengeksplorasi, manupulasi dan mempelajari tentang tugas tersebut, infant usia
6 hingga 12 bulan bisa sukses (Bojczyk & Clifton, 1998).
Perkembangan Simbolis, Kompetensi
Gambar, dan Memahami Skala
Banyak pengetahuan yang didapatkan individu tentang
dunia diperoleh, tidak melalui observasi langsung atau pengalaman, tetapi
melalui simbol,representasi yang disengaja. Belajar untuk
menginterpresentasikan simbol menjadi tugas penting pada masa kanak-kanak.
Pertama, bagaimanapun, anak harus menjadi berpusat-simbol; perhatian ke simbol
dan hubungan mereka ke hal-hal yang mempresentasikan mereka.
Dalam studi yang dilakukan di Amerika dan
Semenanjung Ivury Afrika, infant, diamati menggunakan tangan mereka untuk
mengeksplorasi gambar seandainyamereka objek-menggosok, menepuk, atau mencoba
untuk mengangkat objek digambarkan pada halaman tersebut. Eksplorasi manual
gambar mulai hilang pada usia 15 bulan. Meskipun demikian, tidak sampai 19
bulan anak mampu menunjuk gambar beruang atau telepon sambil mengucapkan
namanya (“beh” atau “teltone”), hal ini menunjukkan pemahaman gambar sebagai
simbol suatu benda. Pada usia 2 tahun, anak memahami bahwa gambar adalah antara
objek dan simbol (Preissler & Bloom, 2007).
Toddler sering membuat skala kesalahan-berupaya
bertindak melalui objek yang terlalu kecil untuk membiarkan oerilaku tampil
secara efektif (Rosengren, Gutierrez, Anderson, & Schein, 2009). Dalam satu
studi, usia anak 18 hingga 36 bulan direkam saat mencoba meluncur ke bawah
prosotan kecil, duduk dalam rumah boneka, dan menyelip ke dalam miniature mobil
setelah objek yang hampir sama dengan ukuran anak dipindahkan dari tempat
bermain mereka. Sebagai tambahan peneliti menyatakan bahwa sistem otak secara
normal bekerja bersama melalui interaksi dengan objek yang dikenal. Satu sistem
yang memungkinkan anak mengenali dan mengategorikan objek (“itu adalah buggy”)
dan merencanakan apa yang akan dilakukan dengan hal itu. (“Saya akan berbaring
di dalamnya”). Sistem yang terpisah mungkin termasuk dalam penerimaan ukuran
objek dan menggunakan informasi untuk mengontrol tindakan yang berkaitan dengan
hal tersebut. Kerja sama tim yang salah antarsistem otak yang tidak matang
mungkin menjadi alasan bagi anak yang lebih muda sering melakukan skala
kesalahan. ( DeLoache, 2006).
Hipotesis
representasi ganda menawarkan penjelasan lain mengapa anak
usia dua tahun menginterpretasi modal skala. Berdasarkan hipotesis ini, sulit
secara mental untuk toddler merepresentasikan antara simbol dan objek itu
berdiri pada saat yang sama, sehingga mereka bingung antara kedua hal tersebut
dan memperlakukan model skala sebagaimana mereka menjadi objek tersendiri pada
saat itu.
EVALUASI
TAHAP SENSORIMOTOR PIAGET
Berdasarkan Piaget, perjalanan dari perilaku refleks
menuju awal pemikiran adalah panjang dan lambat. Selama satu setengah tahun
berikutnya bayi belajar hanya dari indra dan gerakan mereka, tidak sampai
pertengahan terakhir dari tahun kedua mereka membuat terobosan ke pemikiran
konseptual. Sekarang, seperti yang dilihat, penelitian menggunakan tugas
sederhana dan peraltan modern menyarankan bahwa pada batasan tertentu Piaget
melihat kemampuan kognitif di awal, seperti objek permanen, mungkin memilki
refleksi tidak matang dalam berbahasa dan kemampuan motorik. Jawaban yang
diterima Piaget sebanyak fungsi dari jalan saat dia memberikan pertanyaan yang menrefleksikan
kemampuan actual dari anak kecil.
D.
Pendekatan
Pengolahan Infromasi: Persepsi dan Representasi
1. Habituasi/Pembiasaan
Habituasi atau pembiasaan adalah tipe belajar yang diulangi atau
dipaparkan secara berkelanjutan kepada stimulus, seperti misalnya sorotan
cahaya mengurangi perhatian kepada stimulus. Dengan kata lain, benda yang
dikenali tidak lagi diminati.
Peneliti mempelajari habituasi/pembiasaan pada neonatus dengan
mengulangi stimulus yang hadir (biasanya suara atau pola visual) dan kemudian
memonitor respons seperti detak jantung, mengisap, pergerakan mata, dan
aktivitas otak. Bayi yang mengisap secara tipikal berhenti mengisap dengan
penuh semangat ketika stimulus yang pertama muncul dan memberi perhatian kepada
stimulus baru. Setelah suara atau sinar yang sama diberikan lagi dan lagi, hal
itu menghilangkan pengalaman baru dan tidak lagi menyebabkan bayi kurang
mengisap.
Kembalinya bayi mengisap kuat menunjukkan bahwa bayi telah terhabituasi/terbiasa dengan stimulus.
Penglihatan dan suara baru, bagaimanapun, akan mengalihkan perhatian bayi dan
bayi akan mulai berhenti atau berkurang dalam mengisap. Respons baru terhadap
stimulus baru ini disebut dishabituasi.
Peneliti mengukur efisiensi dari proses informasi oleh bayi dengan
mengukur bagaimana bayi cepat berhabituasi kepada stimulus yang dikenal,
seberapa cepat perhatian mereka tertuju pada stimulus baru, dan berapa banyak
waktu yang mereka habiskan untuk melihat hal yang lama dan yang baru. Menyukai
melihat hal-hal baru dan berhabituasi dengan mereka secara cepat berkaitan
dengan tanda perkembangan kognitif selanjutnya, seperti eksplorasi cepat pada
lingkungan, kepuasan bermain, pemecahan masalah dengan cepat, dan kemampuan
memasangkan gambar. Kecepatan habituasi dan kemampuan mengolah informasi
menunjukkan janji sebagai prediksi dari kecerdasan.
2. Kemampuan Pengolahan dan
Persepsi Audio Visual
Banyak waktu dihabiskan bayi
untuk melihat jenis tanda yang berbeda yang diukur melalui preferensi visual,
yang berdasarkan kemampuan perbedaan visual. Preferensi visual adalah
kecenderungan infant untuk
menghabiskan waktu lebih banyak melihat satu tanda dibandingkan yang lain. Bayi
berusia kurang dari 2 hari lebih memilih garis kurva daripada garis lurus, pola
kompleks ke pola sederhana, dari objek tiga dimensi ke objek dua dimensi,
gambar wajah atau konfigurasi seperti wajah, ke gambar atau hal lain, dan tanda
baru pada tanda yang dikenal (Frantz, 1963, 1964, 1965; Frantz, Fagen, &
Miranda, 1975; Frantz & Nevis, 1967; Turati, Simon, Milani & Umilta,
2002). Kecenderungan untuk memilih tanda baru daripada familier disebut preferensi hal yang baru.
Memori pengenalan
visual adalah kemampuan membedakan rangsangan visual yang dikenal dari yang
tidak dikenal ketika keduanya diberikan pada saat yang bersamaan. Memori
pengenalan visual bisa diukur dengan menunjukkan bayi pada dua stimulus sisi
demi sisi, satu sisi yang sudah dikenali dan satu sisi yang baru. Tatapan yang
lebih panjang pada stimulus baru mengindikasikan bahwa bayi mengenali stimulus
lain sebagai sesuatu yang dikenal, karena stimulus baru lebih menarik dan
menguatkan apa yang dilihat sebelumnya, yang cenderung membuat bosan.
Perbedaan individu
dalam efisiensi pengolahan informasi merefleksi kecepatan yang dibentuk dan
dipilih oleh gambaran mental. Ketika diperlihatkan dua pandangan pada saat yang
sama, infant yang lebih cepat beralih
perhatian dari satu hal ke yang lain cenderung memiliki memori pengenalan yang
lebih baik dan lebih menyukai hal yang baru dibandingkan bayi yang lebih lama
bertahan pada satu pandangan (Jankowski, Rose & Feldman, 2001; Rose,
Feldman, & Jankowski, 2001; Stoecker, Colombo, Frick, & Allen, 1998).
Kecepatan proses
meningkat dengan cepat selama satu tahun pertama bayi. Berlanjut peningkatan
sepanjang dua atau tiga tahun, balita menjadi lebih baik dalam hal membedakan
informasi baru dari informasi yang telah mereka olah (P.R. Zelazo, dkk., 1995).
Piaget menyatakan
bahwa indera tidak tersambung saat kelahiran dan hanya meningkat dan
terintegrasi melalui pengalaman. Jika begitu, integrasi ini berlangsung
secepatnya. Fakta bahwa bayi baru lahir akan melihat pada sumber suara,
menunjukkan bahwa ada hubungan antara pendengaran dan penglihatan. Kemampuan
yang lebih rumit adalah mode pengalihan, yaitu kemampuan menggunakan informasi
yang diperoleh dari satu indera untuk memberi petunjuk pada yang lain, seperti
ketika orang berada di ruangan gelap dengan perasaan dari lokasi objek yang
dikenal dengan perasaan setelah melihat mereka dengan mata tertutup. Dalam satu
studi, anak usia 1 bulan, menunjukkan mereka bisa mengalihkan informasi dari
mengisap (menyentuh) menuju penglihatan. Ketika bayi melihat objek yang kaku
(plastik keras berbentuk silinder) dan bersifat fleksibel (spons basah) menjadi
termanipulasi oleh sepasang tangan, infant
melihat objek lebih lama dari yang mereka isap (Gibson & Walker, 1984).
Pada satu studi
longitudinal, kemampuan anak usia 10 dan 11 bulan mengikuti tatapan orang
dewasa dan panjang waktu yang dihabiskan untuk melihat objek yang ditatap orang
dewasa memprediksi kosakata pembicaraan mereka pada usia 18 bulan dan 2 tahun.
Bayi yang secara spontan menunjuk objek, memiliki kosakata secepat
pertumbuhannya, mungkin karena orang tua cenderung memberikan label atau penamaan
ketika menunjukkan barang kepada bayi (Brooks & Meltzoff, 2005, 2008).
Menonton televisi
menghalangi perkembangan atensional. Dalam studi longitudinal secara nasional,
semakin banyak waktu anak menghabiskan menonton televisi pada usia 1 dan 3
tahun, semakin mereka mmiliki masalah atensi pada usia 7 tahun (Christakis,
Zimmerman, DiGiuseppe, & McCarty, 2004). Bagaimanapun, ananlisis ulang
terbaru pada data yang sama ditemukan bahwa hubungan antara menonton televisi
dan masalah atensi terjadi hanya kepada anak yang menonton televisi dalam
jumlah yang berlebih. Bahkan pada kasus ini, terdapat pengaruh yang diperoleh
dari kehamilan dan terbatasnya pendapatan yang masuk (Foster & Watkins,
2010).
3. Pengolahan Informasi
Sebagai Prediksi Kecerdasan
Dalam banyak studi longitudinal, habituasi dan kemampuan pemulihan
atensi dari 6 bulan hingga 1 tahun lebih cukup berguna dalam memprediksi IQ
usia 1 tahun dan pada 11 tahun yang juga ditunjukkan oleh mode hubungan
mengolah kecepatan dan memori pada usia tersebut (Rose & Feldmen, 1995,
1997).
Waktu reaksi visual dan antisipasi visual bisa diukur oleh paradigma harapan visual. Pada rancangan
penelitian ini, serangkaian computer menghasilkan gambar-gambar singkat muncul,
beberapa di sekeliling sisi kanan, dan beberapa lagi di sekekliling sisi kiri
dari daerah visual infant. Rangkaian
yang sama dari gambar diulangi beberapa kali. Pergerakan mata pada bayi diukur
untuk melihat seberapa cepat pergerakan pergantian tatapan untuk gambar yang
muncul (waktu reaksi visual) atau tempat infant
mengharapkan gambar berikut untuk muncul (antisipasi visual). Dalam studi
longitudinal, waktu rekasi visual dan antisipasi visual pada bayi berusia
sekitar 3,5 bulan berkolerasi dengan IQ anak pada usia 4 tahun.
Untuk satu hal, memprediksi IQ masa kanak-kanak dari pengukuran
habituasi dan memori pengenalan hanyalah suatu bentuk sederhana. Lebih lanjut,
prediksi berdasarkan pengukuran pengolahan informasi sendiri tidak dihitung
dalam faktor lingkungan yang berpengaruh.
4. Pengolahan Informasi dan
Perkembangan Kemampuan dari Piaget
- Kategorisasi
Berdasarkan Piaget, kemampuan mengelompokkan benda-benda dalam
suatu kategori tidak muncul hingga masuk subtahap keenam sensorimotor, yaitu
sekitar usia 18 bulan. Bahkan, dengan melihat lebih lama suatu benda dalam
kategori baru, bayi usia 3 bulan terlihat sudah mengetahuinya, sebagai contoh
bahwa anjing bukanlah kucing (Quinn, Eimas, & Rosenkrantz, 1993). Infant pada saat mengkategorisasikan
bentuk berdasarkan aspek-aspek persepsi, seperti bentuk, warna, dan pola.
Namun, usia 12 hingga 14 bulan mereka mengubah kategorisasi menjadi bentuk
konseptual berdasarkan pengetahuan dunia nyata, dan khususnya fungsi (Mandler,
1998, 2007; Mandler & McDonough, 1993, 1996, 1998; Oakes, Coppage, &
Dingel, 1997). Ketika bayi diizinkan untuk memegang benda yang kecil, bahkan
usia 7 bulan bisa mengatakan bahwa binatang berbeda dengan perabot rumah.
Seiring waktu berjalan, konsep yang luas ini menjadi lebih spesifik. Sebagai
contoh, anak 2 tahun mengenali kategori tertentu seperti “mobil” dan “pesawat”,
di antara kategori keseluruhan dari “kendaraan” (Mandler, 2007).
Di usia 2 tahun, bahasa menjadi faktor dalam kemampuan untuk
mengkategorikan. Dalam satu studi, bayi berusia 14 bulan yang telah memahami
lebih banyak kata-kata menjadi lebih fleksibel dalam mengkategorikan daripada
mereka yang sedikit memahami kosakata; mereka mengkategorikan objek dengan
lebih dari satu kriteria, misalnya sebagai material maupun benda (Ellis &
Oakes, 2006).
- Sebab-Akibat
Pemahaman mengenai sebab-akibat, prinsip bahwa kejadian memiliki
sebab yang teridentifikasi ini penting karena “mengizinkan orang untuk
memprediksi dan mengontrol dunia mereka” (L.B. Cohen, Rundell, Spellman, &
Cashon, 1999). Sekitar usia 4 hingga 6 bulan, bayi menjadi mudah untuk memegang
objek, mereka mulai mengenali bahwa mereka akan bereaksi pada lingkungan
mereka. Jadi, menurut Piaget, konsep sebab-akibat berakar di awal kesadaran
akan kekuatan niat dalam diri.
Bagaimanapun,
studi pengolahan informasi menyatakan bahwa pemahaman sebab-akibat mungkin
muncul lebih awal, ketika infant
memiliki pengalaman dalam mengamati bagaimana dan kapan objek bergerak (Saxe
& Carey, 2006). Infant usia 6,5
bulan tampaknya melihat perbedaan antara kejadian yang secara langsung
disebabkan oleh peristiwa lain (seperti batu bata mendorong batu bata kedua,
yang kemudian didorong keluar dari posisi) dan kejadian muncul tanpa sebab yang
diketahui (misalnya, batu bata yang berpindah dari batu bata lainnya tanpa ada
yang mengguncagnya) (Leslie, 1982, 1984).
Peneliti juga
mengeksplorasi harapan bayi tentang sebab yang tersembunyi. Dalam satu
eksperimen, bayi usia 10 hingga 12 bulan melihat lebih lama ketika tangan
manusia muncul dari sisi berlawanan saat kantong buncis dibuang daripada ketika
tangan muncul dari sisi yang terlihat kantong buncis tersebut. Hal ini
menyatakan bahwa tangan yang telah membuang kantong buncis. Jadi, pada usia 7
bulan muncul pengetahuan bahwa:
1) Objek
tidak bisa bergerak sendiri, harus ada sebab untuk mengatur pergerakan
tersebut;
2) Tangan
cenderung menjadi agen penyebab dibandingkan mainan kereta atau balok;
3) Eksistensi
dan posisi dari agen sebab-akibat yang tidak terlihat dapat disimpulkan dari
pergerakan benda mati.
Sebagai tambahan, bayi usia 7 bulan yang memulai merangkak
mengenali dorongan dari objek itu sendiri, tapi bayi usia 7 bulan yang belum
bisa merangkak tidak melakukannya. Penemuan ini menyatakan bahwa kemampuan infant untuk mengidentifikasi gerakan yang
merupakan dorongan objek itu sendiri terkait dengan perkembangan dari
pergerakan diri, yang memberikan mereka cara baru memahami objek dalam dunia
mereka (Cicchono & Rakison, 2008).
- Permanen Objek
Pelanggaran harapan adalah metode penelitian saat dishabituasi
terhadap stimulus yang berkonflik dengan pengalaman yang digunakan sebagai
bukti bahwa infant mengenali stimulus
baru sebagai hal yang mengejutkan. Penelitian ini dimulai dengan tahap
pembiasaan, yakni infant melihat
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang terjadi secara normal. Setelah infant terbiasa dengan prosedur ini,
peristiwa diubah dalam cara berkonflik dengan harapan normal.
Menggunakan metode pelanggaran harapan, Renee Baillargeon
(Baillargeon & DeVos, 1991) menemukan bukti dari permanen objek pada infant usia 3
bulan. Bayi melihat wortel
yang panjang menghilang di layar yang memiliki panjang yang sama, tetapi gagal
untuk muncul di dudukan besar dalam bagian atas dari layar sebelum muncul lagi
di sisi yang lain. Infant menunjukkan
keterkejutan dengan melihat lebih lama pada “peristiwa yang tidak mungkin”
daripada “peristiwa yang mungkin” yang melibatkan wortel yang pendek, seperti
yang dapat dilihat pada gambar di atas. Studi seperti ini menyatakan paling
tidak bentuk yang belum sempurna dari permanen objek mungkin adadi awal
kehidupan.

- Jumlah
McCrink dan Wynn (2004) merancang suatu eksperimen untuk mengetahui
apakah bayi berusia 9 bulan dapat menambah atau membagi jumlah yang besar juga
untuk diskriminasi persepsi belaka. Infant
melihat 5 objek yang abstrak bergerak ke balik lingkaran buram. Lima objek lagi
muncul dan kemudian bergerak ke balik lingkaran. Infant melihat lebih lama ketika layar menjatuhkan 5 objek daripada
ketika menjatuhkan 10 objek. Sama dengan, ketika 10 objek bergerak ke balik
lingkaran dan 5 yang muncul kemudian pergi, infant
melihat lebih lama ketika layar menjatuhkan 10 objek daripada saat menjatuhkan
5 objek. Penulis menyimpulkan “manusia memiliki sistem awal yang mendukung
kombinasi dan manipulasi jumlah” (hlm. 780). Bagaimanapun, penelitian ini tidak
menetapkan apakah konsep jumlah pada masa anak-anak selanjutnya. “Konsep
atribusi jumlah pada infant sederhana
karena mereka dapat mendiskriminasikan di antara susunan yang berisi angka yang
berbeda dari elemen adalah analogi dari atribusi kompetensi jumlah dari merpati
yang dapat diajarkan untuk mematuk kunci persis empat kali” (Kagan, 2008, hlm.
1613).
5. Evaluasi Penelitian
Pengolahan Informasi pada Infant
Studi pelanggaran harapan dan informasi terbaru lainnya dalam
penelitian pengolahan informasi pada infant
menumbuhkan kemungkinan bahwa paling tidak bentuk yang belum sempurna dari
kategorisasi, penalaran sebab-akibat, permanen objek, dan jumlah, mungkin ada
di bulan awal kehidupan. Infant lahir
dengan kemampuan penalaran―mekanisme
belajar bawaan/asli yang membantu mereka memahami informasi yang
dihadapi―atau bahwa mereka memperoleh kemampuan ini sangat awal (Baillargeon,
1994).
Bagaimanapun juga interpretasi ini kontroversial. Apakah infant secara visual tertarik dalam
dalam kondisi yang tidak mungkin yang mengungkapkan pemahaman konseptual
mengenai bagaimana sesuatu bekerja atau kesadaran persepsi belaka bahwa sesuatu yang tidak biasa terjadi? Faktanya, infant melihat melihat lebih lama pada
satu layar daripada yang lain hanya dapat menunjukkan bahwa infant dapat melihat perbedaan antara
dua hal. Representasi mental infant
mengacu mungkin lebih dari memori sensoris sekilas pada apa yang baru mereka
lihat. Lebih lama melihat peristiwa yang tidak terduga mungkin secara sederhana
merefleksikan keidakpastian sementara mengenai tersebut.
Jadi, kritik mengatakan bahwa kita harus sangat berhati-hati
mengenai melebih-lebihkan kemampuan kognitif infant dari data yang dapat memiliki penjelasan sederhana atau
dapat mempresentasikan hanya sebagian pencapaian dari kemampuan yang matang
(Kagan, 2008).
E.
Pendekatan
Neurosains Kognitif: Struktur Kognitif Otak.
Beberapa
penelitian telah menggunakan pindaian otak untuk menentukan tempat struktur
otak berdampak, tempat fungsi kognitif dan untuk menetapkan perubahan
perkembangan. Pindaian otak menyediakan bukti fisik dari lokasi dua system
memori jangka panjang yang terpisah─implisit dan eksplisit─ yang mendapatkan
dan menyimpan berbagai jenis infromasi yang berbeda. Memori implisit,
berkembang diawal infancy pada
ingatan yang terjadi tanpa usaha atau bahkan tanda kesadaran; berhubungan
dengan kebiasaan dan keterampilan. Memori eksplisit atau memori deklaratif
adalah kesadaran atau ingatan yang disengaja, biasanya berupa fakta, nama,
peristiwa atau hal lain yang dijelaskan atau dinyatakan. Imitasi yang tertunda
dari perilaku yang kompleks adalah bukti memori deklaratif berkembang diakhir
tahap infancy dan toddlerhood.
Di awal infancy,
memori relatif fana karena struktur penyimpanan memori tidak sepenuhnya
terbentuk. Kematangan hippocampus,
struktur dalam lobus temporal, bersama dengan perkembangan struktur kortikal.
Dikoordinasikan oleh formal hippocampus
membuat memori jangka panjang yang abadi mungkin terjadi.
Korteks prafrontal (Porsi besar
dari lobus frontal langsung dibalik dahi) dipercayai untuk mengontrol banyak
aspek dari kognisi. Bagian otak ini berkembang lebih lambat dari lainnya. Dari
tahun pertama, korteks prefrontal dan asosiasi sirkuit mengembangkan kapasitas
untuk memori kerja (penyimpanan jangka pendek dari informasi di otak yang aktif
mengolah atau bekerja) di dalam memori kerja representasi mental dipersiapkan
atau pemanggilan ulang bentuk dan penyimpanan.
Walaupun sistem memori berlanjut untuk berkembang
dan melebihi masa infancy, kemunculan struktur memori otak menggaris bawahi
pentingnya stimulus lingkungan dari bulan pertama kehidupan. Teori konteks
sosial dan peneliti memberikan perhatian khusus terhadap dampak dari pengaruh
lingkungan.
F.
Pendekatan
Sosial Konteksual: Pembelajaran dari Interaksi dengan Pengasuh
Peneliti dipngaruhi oleh teori sosial budaya
Vygotsky, bagaiman konteks budaya berdampak pada interaksi sosial diawal yang
dapat mendorong kompetensi kognitif. Partisipasi terbimbing megacu pada
ineraksi timbalik dengan orang dewasa yang membantu mengstrukturkan aktifitas
anak dan menghubungkan kesenjangan pemahaman anak dan orang dewas. Konsep ini
terinspirasi oleh pandangan Vygotsky
bahwa belajar sebagai kobaloratif.
Dalam suatu studi lintas budaya (Rogoff, Mistry,
Goncu, dan Mosier, 1993), peneliti mengunjungi rumah 14 orang anak usia 1
sampai 2 tahun disetiap 4 lokasi budaya yang berbeda: kota Maya di Guatemala,
desa suatu suku di India, dan lingkungan perkotaan kelas menengah di Salt Lake
City, dan Turki. Investigator mewawancarai pengasuh mengenai praktik mengenai
pengasuhan anak mereka dan melihat mereka membantu Toddler belajar memakai baju dan bermain dengan mainan yang tidak
familier.
Peneliti mengamati perbedaan budaya berdampak pada
tipe partisipasi terbimbing. Di kota Guatemala dan Desa di India tempat meliha
anak dan ibunya menjahit dan menenmani ibu mereka bekerja di ladang, anak
biasanya bermain sendiri atau dengan saudara yang lebih tua sementar ibu bekrja
di sekitar mereka. Setelah demonstrasi awal dan intruksi, sebagian besar dalam
nonverbal, sebagai contoh, bagaimana mengikat sepatu, anak mengambil alih,
sementara orang tua atau pengasuh yang lain tetap bersedia untuk membantu.
Toddler di Amerika Serikat, yang memiliki pengasuh penuh waktu, berinteraksi
dengan orang dewasa, dalam konteks bermain bersama anak daripada bekerja atau dunia sosial. Pengasuh
mengelola dan memotivasi anak belajar dengan pujian dan kegembiraan. Keluarga
di Turki, dimasa transisi dari kehidupan pedesaan kecara hidup perkotaan
menujukan pola suatu tempat diantara.
Konteks budaya memengaruhi bagaiman pengasu
berkontribusi pada perkembangan kognitif. Keterlibat orang dewas secara
langsung dalam permainan dan belajar anak mungkin lebih diadaptasi pada
masyrakat menengah perkotaan, ketika orang atau pengasuh memiliki waktu, lebih
banyak keterampilan verbal, dan kemungkinan lebih tertarik dalam permainan dan
belajar anak dari pada masyarakat pedasaan di negara berkembang ketika anak sering mengamati dan
berpartisipasi pada aktivitas bekerja orang tua (Rogoff dkk.,1993).
1. Perkembangan
Bahasa
Bahasa adalah sistem
komunikasi berdasarkan kepada kata-kata dan tata bahasa. Sekali anak mengenal
kata, mereka dan menggunakannya untuk merepsentasikan objek dan tindakan.
Mereka dapat merefleksikan individu, tempat, dan benda-benda: dan mereka dapat
mengomunikasikan kebutuhannnya, perasaanya, dan ide-ide untuk mengerahkan lebih
banyak kontrol terhadap kehidupan mereka.
RANGKAIAN PERKEMBANGAN AWAL BAHASA
Sebelum bayi dapat menggunakan kata-kata
mereka menunjukan kebutuhan dan persaannya melalui suara yang bergerak maju,
dari menangis kemendekut (aaah, uhh, dll) dan meraban (mm, ppp, ttt, dll)
kemudian imitasi kebetulan, dan kemudian imitasi yang disengaja. Suara- suara
ini dikenal sebagai tuturan pralinguistik.
Infan juga tumbuh dalam kemampuan untuk mengenali dan memahami suara bicara
dan untuk menggunakan gerak tubuh yang penuh makna. Bayi umumnya mengatakan ata
pertamanya sekitar akhir tahun pertama, dan toddler
mulai bicara dalam kalimat sekitar 8 bulan sampai setahun kemudian.
1.
Vokalisasi Awal
Menangis adalah makna pertama kali dari komunikasi
pada bayi baru lahir. Perbedaan nada, pola, dan intensitas merupakan sinyal
lapar, mengantuk, atau marah (Lester & Boukydis, 1985). Antar 6 minggu
hingga 3 bulan, bayi mulai berdekut ketika mereka bahagia—memekik, berteriak,
dan mebuat suara vokal “ahh”. Disekitar 3 sampai 6 bulan, bayi mulai bermain
dengan suara, mencocokan suara yang mereka dengar dari individu-individu
disekitar mereka.
Meraban ( mengoceh tanpa makna)—mengulang rangkaian
konsonan—vokal, sperti misalnya “ma-ma-ma-ma”—terjadi antara usia 6 hingga
sepuluh bulan dan hal ini sering disalah artikan dengan kata pertama dari bayi.
Imitasi adalah kunci perkembangan bahasa. Pertama
kali,infan tidak sengaja meimitasi suara bahasa dan kumidan melakukan imitasi
diri mereka sendiri untuk membuat suara ini, kemudian, sekitar 9 hingga 10
bulan, infan sengaja meimitasi suara tanpa memahaminya. Sekali mereka memiliki
suara reportoar, merangkai mereka dalam pola yang terdengar seperti bahasa
tetapi tampaknya tidak memiliki makna. Akhirnya, setelah infan menjadi familier
dengan suara kata-kata dan frasa mereka mulai melekatkan makna pada mereka pada
mereka (Fernald, Perfors, & Marcman, 2006; Jusczyk & Hohne, 1997).
2. Memahami Suara Bahasa dan Struktur
Imitasi dari suara bahasa membutuhkan kemampuan
merasakan kehalusan perbedaan antar suara, infan dapat melakukan ini dari atau
bahkan sebelum lahir.
Proses diskriminasi suara rupanya dimulai sejak dalam rahim. Dalam satu eksperimen dalam
mengenai denyut jantung bayi di minggu ke-35 dari pembuahan, pelan ketika
rekaman dari suara ibu yang telah sering berbicara diputar dekat perutnya.
Detak jantung janin tidak melambat untuk suara bicara yang berbeda dengan
perempuan hamil lainnya. Karena suara dalam perekam bukan suara ibunya, janin
rupanya merespon, pada suara linguistik yang mereka dengar digunakan oleh
ibunya. Penemuan ini menyatakan bahwa mendengarkan “ bahas ibu “ sebelum lahir
mungkin peranada pada telinga infan untuk memilih suara.
Setiap suara meiliki sistem suara sendiri yang
digunakan untuk memproduksi bicara. Di awal, infant bisa mendiskriminasikan
suara dari beragam bahasa. Dalam waktu, walaupun begitu, proses yang sedang
terjadi pada pola persepsi dsn pengatagorian membuat jaringan saraf otak untuk
pembelajaran lebih lanjut terhadap pola behasa asli ( native language ) infant dan hambatan pembelajaran dimasa depan
dari pola bahasa yang tidak asli. Di usia 6 hingga 7 bulan, pendengaran bayi
telah belajar mengenali sekitar 40 fonem atau suara dasar dari bhasa asli dan
menyesuaikan pad perbedaan kecil dalam cara orang-orang yang bicara membentuk
suara tersebut.
Dimulai sedini mungkin, usia 6 bulan untuk
mengucapkan vokal dan usia 10 bulan untuk huruf konsonan, pengenalan terhadap
suara asli fonetis meningat secra signifikan, sementara diskriminasi terhadap
suara bukan asli menurun. Menjalang akhir tahun pertama bayi kehilangan
sensitivitas pada suara yang bukan merupakan
bagian dari bahasa atau bahasa yang biasa didengar bayi. Selama paruh
kedua dari 1 tahun pertama kehidupan, bayi mulai menjadi lebih waspada pada
aturan fonologi dari bahasa mereka—bagaimana suara diatur dalam berbicara.
Dalam rangkaian eksperimen, bayi berusia
7 bulan mendengarkan lebih lama “kalimat” yang berisi keteraturan berbeda dari
suara yang tidak bermakna (seperti “wo fe wo” atau ABA)dari urutan yang
telah dibiasakan pada bayi (seperti “ ga
ti ti “ atau ABB).
3. Gerak-Gerik
(Gestur)
Sebelum
bayi bisa bicara, mereka menunjuk. Dengan menggunakan gerak tubuh , bayi
menunjukan suatu pemahaman bahwa simbol dapat menujukan pada objek spesifik,
peristiwa, keinginan, dan kondisi. Gerak tubuhbbiasanya muncul sebelu anak
memiliki kosakata 25kata dan menghilang
ketika anak belajar kata untuk ide mereka dulu menggunakan gerak tubuh dan sekarang
bisa mengatakan langsung. Belajar gerak tubuh tampaknya membantu bayi untuk
belajar berbicara. Awal gerak tubuh adalah prediktor yang baik untuk ukura
kosakata selanjutnya.
4. Kata
pertama
Rata-rata bayi
mengatakan kata pertama kadang-kadang antara 10-14 bulan, mengawali tuturan
linguistik—eksperis verbal yang meiliki makna. Di awal, total repertoar verbal
pada infant menjadi seperti “mama” atau “dada”. Atau mmungkin berupa suka kata
yang memiliki makna lebih dari satu tergantung pada konteksnya saat mengucapkan
“Da” dapat bermakan “saya menginginkan itu”, “saya ingin keluar”, “dimana
ayah?” kata seperti ini yang mengekspreiskan. Pemikran yang kompleks disebut
holofrasa. Bayi memahami banyak kata sebelum ,ereka dapat menggunakannya. Bayi
berusia 6 bulan melihat lebih lama pada sebuah video dari ibu mereka ketika
mereka mendengar “ibu” dan ayahnya saar mereka mendengar “ayah”, menyatakan
mereka mulai mengasosiasikan suara dengan makna—paling tidak untuk
invidu-invidu tertentu.
Antar
usia 10 sampai 2 tahun, proses bayi mempelajari kata secara bertahap berubah
dari asosiasi sederhana ke mengikutu petunjuk sosial. Di usia 10 bulan, infant
mengasosiasikan nama yang mereka dengan objek yang mereka temukan menarik. Di
usia 12 bulan mereka mulai meberikan perhatian pada petunjukyang diberikan
orang dewasa, misalnya dengan melihat atau menunjuk objek saat menyebut suatu
nama. Di usia 18 bulan hingga 24 bulan, anak mengikuti petunjuk sosial dalam
mempelajari nama, tanpa mempedulikan ketertarikan internal pada objek.
5. Kalimat
Pertama
Terobosan pentin selanjutnya dalam liguistik muncu
ketika toddler menggunakan dua kata bersamaan untuk mengekspresikan satu ide
(“boneka jatuh”). Umumnya anak melakukan ini antara usia 18 hingga 24 bulan.
Bagaimanapun juga usia ini memiliki rentang variasi yang besar. Walaupun
tuturan parlinguistik secra dekat terikat pada usia kronologis, tetapi
linguitik tidak. Hampur semua anak yang memulai bicara cukup terlambat,
akhirnya harus mengejar ketinggalan—dan banyak pembentukan untuk waktu yang
hilang dengan berbicara terus-menerus kepada siapapun yang mau mendengar.
Kalimat pertama anak umunya berhubungan dengan
peristiwa sehari-hari, benda-benda orang-orang, atau beragam aktivitas.
Kadang-kadang anatar 20 hingga 30 bulan , anak menujukan kompetensi yang meningkat
dalam sintaksis (ilmu mengenai kalimat) , aturan untuk menggunakan kalimat
bersama dalam bahsa mereka. Mereka juga menjdai meningkat kewaspadaanya dari
tujuan komuniksai dalam berbicara dan apakah kata-kata mereka bisa dimengerti.
Di usia 3 tahun, bicara lancar, lama dan
lebih kompleks. Walaupun anak seringkali menghilangkan bagian-bagian dari
bicara, mereka mendapatkan makna dengan baik.
KARAKTERISTIK
DARI TURUNAN AWAL/DINI
Anak kecil biasanya menyederhanakan kalimat. Mereka menggunakan tuturan telegrafis
untuk mengatakan secukupnya agar kata-kata menreka dimengerti (“Tidak mandi!”).
anak kecil meemahami hubungan tata bahasa, tetapi belum bisa
mengekspresikannya. Misalnya, Firda bisa memahami bahwa kucing mengejar tikus,
tetapi dia tidak bisa memadukan kata yang cukup untuk mengekspresikan tindakan
yang lengkap. Kata-kata yang muncul dari mulut dia “Kucing mengejar” daripada
“Kucing mengejar tikus”. Anak kecil mempersempit perluasan kata, anak kecil
juga melebihkan perluasan makna kata, anak kecil lebih mengatur aturan. Mereka
menerapkan aturan secara kaku, tidak mengetahui bahwa beberap peraturan mmiliki
pengecualian. Ketika anak belajar pertama kali guna aturan, di tahap cepat,
membentuk kata sifat dari kata benda, mereka mengaplikasikan secara universal.
Langkah selanjutnya adalah untuk belajar pengecualian dalam aturan, umumnya
dilakukan pada usia awal sekolah.
TEORI
KLASIK KEMAHIRAN BAHASA: DEBAT ANTARA NATURE-NURTURE
Apakah kemajuan linguistic dipelajari atau bawaan?
Tahun 1950-an, sebuah debat terjadi antardua sekolah filsafat: satu dipimpin
oleh B.F Skinner, pelopor terkenal teori belajar, sedangkan satunya oleh tokoh
linguistic Noam Chomsky.
Skinner
(1957) mengelola pembelajaran bahasa, seperti pembelajaran yang lain
berdasarkan pada pengalaman. Berdasarkan teori klasik belajar, anak belajar
bahasa melalui pengondisian klasikal. Saat pertama bayi mengucapkan suara yang
acak. Pengasuh menguatkan suara yang terjadi menyerupai pembicaraan orang
dewasa dengan senyum, perhatian, dan pujian. Infant kemudian mengulang suara-suara yang mendapatkan penguatan. Berdasarkan teori
belajar sosial, bayi mengimitasi suara yang mereka dengar dari suara yang
dibuat orang dewasa dan lagi, dikuatkan untuk melakukannya.
Seperti
yang disampaikan Chomsky (1957) secara persuasif membantah, mereka tidak bisa
sepenuhnya menjelaskannya. Untuk satu hal, kombinasi kata dan nuansa ada begitu
banyak dan kompleks dan tidak bisa diperoleh semuanya oleh imitasi spesifik dan
penguatan. Pandangan Chomsky disebut nativisme (teori bahwa manusia memiliki
kapasitas bawaan untuk kemahiran bahasa) menekankan aktif dari pembelajaran.
Karena bahasa adalah universal pada manusia, Chomsky mengusulakn bahwa otak
manusia memiliki kapasitas bawaan untuk kemahiran bahasa: bayi belajar untuk
berbicara sealami dia belajar berjalan.
Dia menyatakan bahwa perangkat kemahiran bahasa (language acquisition
device/LAD) adalah program bahwa otak anak untuk menganalisis bahasa yang
mereka dengar dan untuk menemukan aturannya.
Dukungan
terhadap nativisme datang dari kemampuan baru lahir. Nativisme menunjukkan
bahwa hampir semua anak ahli dalam bahasa asli mereka pada rangkaian usia yang
sama yang terkait tanpa pengajaran formal. Pandangan ini tidak memberitahu kita
mengapa beberapa anak kemahiran bahasanya lebih cepat an efisien dibandingkan
yang lain, kenapa anak berbeda dalam keterampilan bahasa dan kefasihan, atau
mengapa munculnya perkembangan bicara tergantung pada memiliki seseorang yan
bisa diajak berbicara, tidak hanya mendengarkan pembicaraan bahasa belaka.
Aspek
dari teori belajar dan nativisme telah digunakan untuk menjelaskan bagaimana
bayi yang tunarungu belajar bahsa isyarat, yakni strukturnya seperti bahsa
lisan dan diperoleh dalam rangkaian yang sama. Bayi yang tunarungu dari orang
tua yang tunarungu tampaknya mengimitasi bahasa isyarat yang mereka lihat
digunakan orang tuanya, pertama merangkai bersama gerakan yang tidak bermakna
dan kemudia meniru mereka lagi dan lagi yang disebut sebagai “hand-babbling (ocehan tangan).” Beberapa bayi tunarungu
membentuk sendiri bahasa isyarat mereka saat mereka tidak memiliki model untuk
diikuti.
Teori
belajar tidak menjelaskan korespondensasi antara usia ketika kemajuan
linguistik di keduanya, bayi yang mendengar dan tidak, secara umum terjadi. Bayi
tunarungu memulai ocehan tangan antara usia 7 sampai 10 bulan, sekitar usia
yang sama dari bayi yang bisa mendengar ocehan bersuara. Bayi tunarungu juga
mulai menggunakan kalimat dalam bahasa isyarat di sekitar waktu yang sama
dengan bayi yang bisa mendengar mulai mengatakan kalimat. Observasi ini
menyatakan bahwa kapasitas bahasa bawaan mungkin mendasari kemahiran keduanya,
bahasa lisan dan isyarat dan kemajuan pada kedua jenis bahasa tersebut terikat
erat dengan kematangan otak.
PENGARUH
PADA AWAL PERKEMABNGAN BAHASA
Perkembangan Otak Pertumbuhan
otak yang dahsyat selama bulan-bulan awal dan tahun terkait dekat dengan
perkembangan bahasa. Bayi yang baru saja lahir menagis dikontrol oleh batang
otak dan pons., bagian yang paling primitif dari otak dan yang paling awal
berkemabang. Pengulangan ocehan dapat muncul dengan bagian yang matang dari
korteks motorik, control gerakan pada pangkal wajah dan pangkal tenggorokan.
Hubungan antara persepsi fonetis otak dan sistem motorik di usia paling awal 6
bulan. Perkembangan bahasa aktif berdampak pada
jaringan kerja otak, mengikat mereka pada pengenalan hanya pada suara
bahasa asli.
Sekitar
98 persen induvidu, otak bagian kiri lebih dominan untuk bahasa, walaupun otak
bagian kanan juga berpartisipasi. Studi mengenai ocehan bayi menunjukkan bahwa
mulut lebih terbuka disebelah kanan daripada kiri. Bagian kiri dari otak
mengontrol aktivitas pada tubuh bagian kanan, dan lateralisasi dari fungsi
linguistik rupanya mulai mengambil posisi di kehidupan yang sangat awal.
INTERAKSI
SOSIAL: PERAN DAN ORANG TUA DAN PENGASUH
Bahasa adalah tindakan sosial, tidak hanya berupa
mesin biologis yang diperlukan dan kapasitas kognitif, tapi juga interaksi
dengan pasangan hidup yang komunikatif. Anak yang tumbuh besar tanpa kontak
sosial yang normal, missal anak yang autisme tidak mengembangkan bahasa normal.
Begitu juga anka yang terpapar bahasa hanya melalui televisi.
Periode Paralinguistik pada tahap ocehan, orang dewasa membantu infant dalam kemanjuan terhadap bicara yang sebenarnya mengulang
suara yang dibuat bayi. Perkembangan kosakata ketika bayi mulai bicara, orang
tua atau pengasuh dapat mendorong perkembangan kosakata melalui pengulangan
kata pertama bayi dan melafalkannya dengan benar.
Ibu dengan status sosial ekonomi yang tinggi
cendrung menggunakan kosakata yang kaya dan pengucapan yang panjang, dan anak
usia 2 tahun mereka memiliki kosakata lisan yang besar, sebanyak 8 kali besar
anak yang berasal dari status sosial ekonomi rendah pada usia yang sama. Di
usia 3 tahun kosakata anak dari pendapatan rendah sangat beragam, tergantung
pada bagian besar perbedaan tipe kata yang mereka dengar dari kata yang
digunakan ibunya.
Anak yang belajar dua bahasa cendrung memiliki
kosakata yang lebih sedikit di setiap bahasa daripada anak yang hanya satu
bahasa. Anak dengan dua bahasa sering kali menggunakan elemen dari campur kode
(code mixing). Kemampuan untuk
berganti dari satu bahasa ke bahasa lain dinamakan alih kode (code switching).
Tuturan Diarahkan Anak (child-directed speech/CDS) adalah
bentuk dari tuturan yang sering kali digunakan saat berbicara dengan bayi atau
toddler, termasuk bicara sederhana yang pelan, dalam suara bernada tinggi,
berlebihan suara vocal, kata dan kalimat yang pendek, banyak pengulngan, juga
disebut parentese atau motherese.
PERSIAPAN
UNTUK LITERASI: MANFAAT DARI MEMBACA KERAS
Dalam suatu studi terhadap keluarga dengan taraf
ekonomi rendah, sekitar setengah dari ibu melaporkan setiap hari membacakan
anaknya yang prasekolah, usia 14 bulan hingga 3 tahun. Anak yang dibacakan
setiap hari memiliki kognitif yang lebih baik dan keterampilan bahasa di usia 3
tahun. Dan kemunculan kemampuan berbahasa mereka berakibat pada kesiapan
sekolah dan selanjutnya pada pencapaian akademis. Kemampuan bahasa diawal
berdampak lebih pada lingkungan rumah daripada genetis, menyatakan bahwa program intervensi dengan
target variable dalam rumah.
Orang
dewasa cendrung memiliki 3 gaya membaca untuk anak: gaya yang mendeskripsikan,
gaya yang member pemahaman, dan gaya yang berorientasi pada performa. Gaya yang
mendeskripsikan focus pada meggambarkan apa yang terjadi pada gambar dan
mengajak si anak melakukan hal yang sama (“Apa yang Ayah dan Ibu makan saat
sarapan?”). pemberi pemahaman mendorong anaj untuk melihat lebih dalam makna
dari cerita dan untuk membuat kesimpulan dan prediksi (“Menurutmu apa yang akan
dilakukan harimau sekarang?”). pembaca yang berorientasi pada performa membaca
cerita langsung melalui pengenalan tema utama terlebih dahulu dan memberikan
pertanyaan setelahnya. Orang dewasa yang membaca dnegan gaya keras adalah yang
terbaik untuk kebutuhan dan keterampilan anak. Dalam sebuah studi eksperimental
terhadap 50 anak berusia 4 tahun di Dunedin, New Zealand, gaya pendeskripsi
meghasilkan manfaan keseuluruhan yang terbesar untuk kosakata dan keterampilan
mencetak, tetapi gaya yang berorientasi performa lebih bermenfaat bagi anak
yang memulai dengan kosakata yang banyak.
Sumber:
Papalia. (2014). Human Development. Jakrta: Salemba Humanika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar