Dejavu
Apakah itu Dejavu?
Ketika
Anda diperkenalkan dengan seseorang, pernakah terbersit dalam hati, “Rasanya
saya pernah bertemu orang ini. Dimana, ya?” Padahal, Anda belum pernah bertemu
sebelumnya. Itu disebut gejala “deja vu”. Deja vu adalah
sebuah frasa Prancis dan artinya secara harfiah berarti pernah melihat
sebelumnya. Fenomena ini juga disebut istilah paramnesia dari
bahasa Yunani. Deja vu adalah suatu perasaan aneh ketika
seseorang merasa pernah berada di suatu tempat sebelumnya, padahal belum. Atau
pernah mengalami suatu peristiwa yang sama persis, padahal tidak. Konon, orang
yang sering mengalami hal itu memiliki bakat spiritual yang tinggi. Menurut
para pakar, setidaknya 70 persen penduduk bumi pernah mengalami fenomena ini.
Jadi, fenomena psikologi tersebut adalah hal yang sangat wajar dan bukan
merupakan suatu kutukan atau karma sebagaimana banyak dipercayai orang.
Bagaimana
penjelasan ilmu psikologi tentang deja vu? Pada awalnya beberapa
ilmuan beranggapan bahwa deja vu terjadi ketika sensasi optik
yang diterima oleh sebelah mata sampai ke otak (dan dipersepsikan) lebih dulu
daripada sensasi yang sama yang diterima oleh sebelah mata yang lain sehingga
menimbulkan perasaan familiar pada sesuatu yang sebenarnya baru pertama kali
dilihat. Teori yang dikenal dengan nama optical pathway delay ini
patah ketika ditemukan bahwa orang buta pun bisa mengalami deja vu melalui
indra penciuman, pendengaran, dan perabaannya.
Selain
itu, sebelumnya Chris Moulin dari University of Leeds, Inggris, telah menemukan
penderita deja vu kronis, orang-orang yang sering dapat
menjelaskan secara rinci peritiwa-peristiwa yang tidak pernah terjadi. Mereka
merasa tidak perlu menonton TV karena merasa telah menonton acara TV tersebut
sebelumnya (padahal belum) dan mereka bahkan merasa tidak perlu pergi ke dokter
untuk mengobati ‘penyakit’-nya karena mereka merasa sudah pergi ke dokter dan
dapat menceritakan hal-hal rinci selama kunjungannya! Alih-alih kesalahan
persepsi atau delusi, para peneliti mulai melihat sebab musabab deja vuke
dalam otak dan ingatan kita.
Meskipun
para skeptis menganggap itu hanya sensasi. Namun, banyak juga ahli yang percaya
bahwa hal itu memang nyata. Ada yang menyebut bahwa peristiwa yang dirasakan
berlangsung pada kehidupan silam. Ini bagi penganut paham reingkarnasi.
Bagaimana bagi orang Islam? Jawaban yang tegas disampaikan dalam Buku: “Mukjizat
Sains Dalam Al-Qur’an”. Surat Al Hadid ayat 22 di atas memberi sekilas isyarat.
Bahwa segala sesuatu yang belum terjadi, sudah tertulis dalam kitab.
Semua
peritiwa di bumi dan perbuatan kita memang sudah ada sejak awal. Lalu, akan
terjadi satu per satu secara berurutan. Dan pada waktunya, akan terekam dalam
saraf penyimpanan di otak, mungkin suatu ketika terjadi short-circuit,
korslet di otak seseorang. Lintasan listrik di otak melompat nyerempet sinyal
ke wilayah yang belum terjadi. Maka orang merasa sudah pernah mengalami atau
melihat sesuatu. Padahal yang terjadi adalah dia “pernah” melihat, tetapi di
masa depan. Selama ini “pernah” hanya dikaitkan denganmasa lalu. Gajala deja
vu memperluas makna “pernah” hanya dikaitkan dengan masa lalu dan juga
masa depan.
Untuk
waktu lama, sensasi menakutkan ini dikaitkan dengan gangguan paranormal sampai
gangguan saraf. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, banyak ilmuwan
mempelajari fenomena ini. Sejumlah teori deja vu muncul, membuktikan jika ini
bukan kesalahan dalam sistem memori otak manusia semata.
Laporan
dari psikolog Universitas Negeri Colorado Anne M. Cleary menjelaskan penemuan
tentang deja vu dalam jurnal Current Directions in Psychological Science.
Termasuk penjelasan tentang banyaknya kesamaan antara deja vu dan pemahaman
kita tentang memori pengenalan pada manusia
Memori
pengenalan, ini adalah jenis memori yang memungkinkan seseorang menyadari bahwa
apa yang sedang dialami seseorang pernah dia alami sebelumnya. Contohnya, saat
kita mengenali teman di jalan atau mendengar lagu yang akrab di radio.
Dilansir
dari laman Psychologicalscience, otak berfluktuasi di antara dua jenis memori
pengenalan, yaitu ingatan dan keakraban. Pengenalan berbasis ingatan terjadi
saat seseorang bisa menentukan sebuah contoh ketika situasi saat ini telah
terjadi sebelumnya.
Misalnya,
saat melihat seorang lelaki yang akrab di toko dan menyadari bahwa kita pernah
melihat dia sebelumnya di dalam bus. Di sisi lain, pengenalan berbasis
keakraban terjadi ketika situasi saat ini terasa akrab. Namun, kita tidak ingat
kapan itu terjadi sebelumnya.
Contohnya,
kita melihat orang asing yang dirasa akrab di sebuah toko, tetapi kita tidak
bisa mengingat di mana kita tahu tentang dia. Deja vu diyakini sebagai contoh
pengenalan yang berbasis perasaan akrab. Seseorang merasa yakin dia mengenal
situasi tersebut, tetapi tidak yakin mengapa.
Sumber:
CNN Indonesia.
P0enjelasan Ilmiah tentang Dejavu. http://m.cnnindonesia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar