Sabtu, 11 Juni 2016

Dejavu


Dejavu

Apakah itu Dejavu?
Ketika Anda diperkenalkan dengan seseorang, pernakah terbersit dalam hati, “Rasanya saya pernah bertemu orang ini. Dimana, ya?” Padahal, Anda belum pernah bertemu sebelumnya. Itu disebut gejala “deja vu”. Deja vu adalah sebuah frasa Prancis dan artinya secara harfiah berarti pernah melihat sebelumnya. Fenomena ini juga disebut istilah paramnesia dari bahasa Yunani. Deja vu adalah suatu perasaan aneh ketika seseorang merasa pernah berada di suatu tempat sebelumnya, padahal belum. Atau pernah mengalami suatu peristiwa yang sama persis, padahal tidak. Konon, orang yang sering mengalami hal itu memiliki bakat spiritual yang tinggi. Menurut para pakar, setidaknya 70 persen penduduk bumi pernah mengalami fenomena ini. Jadi, fenomena psikologi tersebut adalah hal yang sangat wajar dan bukan merupakan suatu kutukan atau karma sebagaimana banyak dipercayai orang.
Bagaimana penjelasan ilmu psikologi tentang deja vu? Pada awalnya beberapa ilmuan beranggapan bahwa deja vu terjadi ketika sensasi optik yang diterima oleh sebelah mata sampai ke otak (dan dipersepsikan) lebih dulu daripada sensasi yang sama yang diterima oleh sebelah mata yang lain sehingga menimbulkan perasaan familiar pada sesuatu yang sebenarnya baru pertama kali dilihat. Teori yang dikenal dengan nama optical pathway delay ini patah ketika ditemukan bahwa orang buta pun bisa mengalami deja vu melalui indra penciuman, pendengaran, dan perabaannya.
Selain itu, sebelumnya Chris Moulin dari University of Leeds, Inggris, telah menemukan penderita deja vu kronis, orang-orang yang sering dapat menjelaskan secara rinci peritiwa-peristiwa yang tidak pernah terjadi. Mereka merasa tidak perlu menonton TV karena merasa telah menonton acara TV tersebut sebelumnya (padahal belum) dan mereka bahkan merasa tidak perlu pergi ke dokter untuk mengobati ‘penyakit’-nya karena mereka merasa sudah pergi ke dokter dan dapat menceritakan hal-hal rinci selama kunjungannya! Alih-alih kesalahan persepsi atau delusi, para peneliti mulai melihat sebab musabab deja vuke dalam otak dan ingatan kita.
Meskipun para skeptis menganggap itu hanya sensasi. Namun, banyak juga ahli yang percaya bahwa hal itu memang nyata. Ada yang menyebut bahwa peristiwa yang dirasakan berlangsung pada kehidupan silam. Ini bagi penganut paham reingkarnasi. Bagaimana bagi orang Islam? Jawaban yang tegas disampaikan dalam Buku: “Mukjizat Sains Dalam Al-Qur’an”. Surat Al Hadid ayat 22 di atas memberi sekilas isyarat. Bahwa segala sesuatu yang belum terjadi, sudah tertulis dalam kitab.
Semua peritiwa di bumi dan perbuatan kita memang sudah ada sejak awal. Lalu, akan terjadi satu per satu secara berurutan. Dan pada waktunya, akan terekam dalam saraf penyimpanan di otak, mungkin suatu ketika terjadi short-circuit, korslet di otak seseorang. Lintasan listrik di otak melompat nyerempet sinyal ke wilayah yang belum terjadi. Maka orang merasa sudah pernah mengalami atau melihat sesuatu. Padahal yang terjadi adalah dia “pernah” melihat, tetapi di masa depan. Selama ini “pernah” hanya dikaitkan denganmasa lalu. Gajala deja vu memperluas makna “pernah” hanya dikaitkan dengan masa lalu dan juga masa depan.
Untuk waktu lama, sensasi menakutkan ini dikaitkan dengan gangguan paranormal sampai gangguan saraf. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, banyak ilmuwan mempelajari fenomena ini. Sejumlah teori deja vu muncul, membuktikan jika ini bukan kesalahan dalam sistem memori otak manusia semata.
Laporan dari psikolog Universitas Negeri Colorado Anne M. Cleary menjelaskan penemuan tentang deja vu dalam jurnal Current Directions in Psychological Science. Termasuk penjelasan tentang banyaknya kesamaan antara deja vu dan pemahaman kita tentang memori pengenalan pada manusia 
Memori pengenalan, ini adalah jenis memori yang memungkinkan seseorang menyadari bahwa apa yang sedang dialami seseorang pernah dia alami sebelumnya. Contohnya, saat kita mengenali teman di jalan atau mendengar lagu yang akrab di radio. 
Dilansir dari laman Psychologicalscience, otak berfluktuasi di antara dua jenis memori pengenalan, yaitu ingatan dan keakraban. Pengenalan berbasis ingatan terjadi saat seseorang bisa menentukan sebuah contoh ketika situasi saat ini telah terjadi sebelumnya. 
Misalnya, saat melihat seorang lelaki yang akrab di toko dan menyadari bahwa kita pernah melihat dia sebelumnya di dalam bus. Di sisi lain, pengenalan berbasis keakraban terjadi ketika situasi saat ini terasa akrab. Namun, kita tidak ingat kapan itu terjadi sebelumnya. 
Contohnya, kita melihat orang asing yang dirasa akrab di sebuah toko, tetapi kita tidak bisa mengingat di mana kita tahu tentang dia. Deja vu diyakini sebagai contoh pengenalan yang berbasis perasaan akrab. Seseorang merasa yakin dia mengenal situasi tersebut, tetapi tidak yakin mengapa. 
Sumber:
CNN Indonesia. P0enjelasan Ilmiah tentang Dejavu. http://m.cnnindonesia.com
Mirta, Vega. Apa itu Dejavu? http://vegamirta.blogspot.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar