Berbagai
gangguan yang diawali dari foto selfie
Pendapat para ahli tentang Selfie
Pertama
Selfie adalah kata yang populer baru-baru ini dalam
kamus, dan cepat tersebar luas di belahan dunia. Dari Facebook, Twitter,
Instagram, semua orang tak peduli tua-muda belomba-lomba memamerkan foto
selfie. Namun menurut ahli Dr David Veal, kecanduan selfie dapat menyebabkan
penyakit mental, termasuk narsisme. Berikut adalah bahaya gangguan psikologis
yang bisa disebabkan karena kecanduan selfie.
1. Gangguan Dismorfik Tubuh
Gangguan
Dismorfik Tubuh adalah jenis gangguan psikologis dimana Anda cenderung
berlebihan memfokuskan pada kelemahan dalam penampilan fisik Anda, merasa risau
secara berlebihan dan disibukan dengan cacat/kekurangan yang dirasakan dalam
ciri fisiknya. Ada ketidak-proporsionalan antara perhatian yang berlebihan
dengan anomali fisik kecil yang ada.
Banyak
dari penderita gangguan dismorfik tubuh percaya dan menganggap keluhan mereka
dapat teratasi hanya dengan prosedur bedah plastik. Prosedur bedah plastik
adalah suatu tindakan/upaya menata bagian tubuh dari kondisi cacat menjadi
mendekati normal atau dari kondisi yang relatif normal menjadi kondisi yang
lebih baik, lebih cantik/tampan, atau supernormal. Ternyata hampir semua
individu dengan gangguan dismorfik tubuh yang telah menjalani perbaikan dengan
prosedur pembedahan tetap saja merasa tidak puas. Para penderita merasa
penampilannya tidak tampak lebih baik setelah pembedahan.
Dr.
Veal menyatakan bahwa, “Dua dari tiga semua pasien yang datang menemui saya
dengan gangguan dismorfik tubuh sejak munculnya ponsel kamera, memiliki
keharusan untuk berulang kali memperbaiki penampilan mereka pasca melakukan
selfie di situs media sosial. Terapi perilaku kognitif dapat digunakan untuk
membantu pasien mengenali alasan atau perilaku kompulsif dan kemudian belajar
bagaimana ber-selfie secara sewajarnya saja.”
2. Narsisme
Orang
yang menderita narsisme memiliki kecenderungan lebih besar untuk terus-menerus
melakukan selfie. Rasa kebanggaan dengan melihat foto diri sendiri di
mana-mana, terutama pada media sosial demi kepuasan sesaat dari orang yang
mengagumi adalah kasus klasik dari gangguan kepribadian narsistik. Jika
perilaku ini tidak segera ditangani, gangguan narsisme ini akan terus tumbuh.
3. Gangguan Obsesif Kompulsif
Obsesive Compulsive Disorder (OCD)
atau Gangguan Obsesif Kompulsif, merupakan sejenis gangguan kecemasan, yaitu
penyakit yang berpotensi mengganggu serta memerangkap orang dalam siklus
pikiran dan perilaku yang berulang. Orang dengan OCD ini terganggu oleh stres,
ketakutan atau bayangan yang berulang (obsesi) yang tidak dapat mereka
kendalikan. Kecemasan/kegelisahan yang dihasilkan oleh pikiran-pikiran tersebut
mengarahkan mereka pada kebutuhan mendesak untuk melakukan ritual atau
rutinitas tertentu (compulsion).
Ritual kompulsif ini dilakukan dalam upaya untuk mencegah pikiran obsesif atau
membuat pikiran tersebut hilang.
Meskipun
ritual ini dapat mengurangi kecemasan untuk sementara, namun orang tersebut
harus melakukan ritualnya lagi ketika pikiran obsesif datang kembali. Siklus
OCD dapat menyita waktu yang sangat banyak dan secara signifikan mengganggu
aktivitas normal. Penderita OCD mungkin menyadari bahwa pikiran tersebut adalah
obsesi dan dorongan yang tidak masuk akal atau tidak realistis, tetapi mereka
tidak mampu menghentikannya.
Obsesi
untuk terus berfoto yang sempurna bisa sangat merusak pikiran. Danny Bowman, 19
tahun, yang didiagnosis dengan gangguan dismorfik tubuh dan gangguan obsesif
kompulsif, mengembangkan kecanduan selfie dimana ia mengambil hingga 200 foto
dirinya sendiri dalam sehari! Ketika ia tidak bisa mengambil selfie dengan
sempurna, Bowman akhirnya nekat bunuh diri dengan menelan obat hingga
overdosis.
Kedua
Politisi
yang juga psikiater, dr Nova Riyanti Yusuf, SpKJ menegaskan selfie dapat memicu
munculnya gejala gangguan kepribadian seperti narsisistik dan histrinoik (caper
atau ingin jadi pusat perhatian).
"Gangguan
kepribadian ini bukan timbul karena yang bersangkutan sering selfie.
Kemungkinan sudah terbentuk kepribadian tersebut lalu ditemukan mediumnya untuk
memunculkan gejala," katanya.
Apa
saja dampak selfie terhadap kesehatan mental seseorang, apalagi bila sudah
sampai pada taraf keranjingan? Simak pemaparannya seperti dirangkum detikHealth dari
berbagai sumber, Kamis (14/8/2014) berikut ini.
1. Narsis
Seperti
halnya yang dialami seorang pemuda bernama Kurt Coleman dari Australia. Hampir
setiap hari ia lewatkan dengan berfoto selfie, yang kemudian ia unggah ke
berbagai akun jejaring sosial miliknya, seperti Instagram dan Facebook.
Tak
lupa dalam setiap fotonya, Kurt selalu memuji dirinya sendiri. "I'm in
love with this photo of me, SimplyAmazing," tulisnya pada salah satu foto
di Instagram saat berpose mengenakan jaket jeans atau "Aku tampan dan aku
mencintai diriku sendiri," tulisnya dalam kesempatan lain.
2. Adiksi atau kecanduan
Bisa
dibilang kasus yang dialami remaja asal Inggris bernama Danny Bowman terbilang
langka. Pasalnya ia sangat terobsesi pada foto selfie yang sempurna. Hingga
bila hasil jepretannya tak memuaskan, Danny akan frustrasi, tak mau keluar
rumah dan menolak makan.
Bahkan
suatu ketika remaja berusia 19 tahun itu pernah mencoba bunuh diri dengan
overdosis obat.
3. Histrionik
Mungkin
belum banyak yang pernah mendengar istilah histrionik ini. Ini sebenarnya
merupakan gangguan kepribadian di mana penderitanya ingin menjadi pusat
perhatian. Sebagian besar penggila selfie sering diidentikkan dengan kondisi
ini, tentu saja di samping narsis.
Seperti
halnya yang terjadi pada wanita bernama Triana Lavey dari Los Angeles. Yang ada
di pikirannya hanyalah bagaimana caranya terlihat cantik saat selfie. Ia pun
mengaku menghabiskan uang hingga sebanyak Rp 174 juta hanya untuk operasi
plastik, di antaranya implan dagu dan operasi hidung.
"Kini aku memiliki wajah
yang selalu aku idamkan. Aku seperti diriku dengan versi photoshop," ujar
wanita berambut brunette itu dengan bangga.
4. Body Dismorphic Disorder
(BDD)
Dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh University of Strathclyde, Ohio University
dan University of Iowa ditemukan bahwa semakin banyak wanita melakukan selfie
dan mengunggahnya di media sosial, maka semakin mereka merasa insecure atau
tidak nyaman dengan citra tubuhnya sendiri.
Apalagi
bila kegiatan ini disambi dengan mengamati selfie teman-temannya. Karena ini
akan memicu si wanita untuk membanding-bandingkan tubuhnya dengan tubuh orang
lain, dan hal ini semakin memicu mereka untuk berpikir negatif tentang
penampilannya.
"Mereka
yang masih berusia muda biasanya membandingkan diri mereka dengan foto-foto
orang lain di media sosial. Yang berbahaya, mereka pada akhirnya merasa
bersalah jika tubuh mereka tak seperti yang mereka lihat dari orang lain di
media sosial," kata peneliti Petya Eckler.
5. Eksibisionis
Eksibisionis
atau kecenderungan untuk memamerkan bagian tubuh tertentu kepada orang lain
bisa juga dipicu oleh kebiasaan selfie. Seperti yang terjadi pada seorang staf
wanita di parlemen Swiss yang kedapatan berpose bugil di gedung parlemen lantas
mengunggahnya ke Twitter.
Anehnya,
ia merasa selfie bugil adalah bagian dari kehidupan pribadinya dan mengaku
sering melakukannya di jam kerja. Akan tetapi dr Tun Kurniasih Batsaman SpKJ(K)
dari Sanatorium Dharmawangsa mengingatkan seseorang baru bisa dikatakan
mengidap eksibisionis bila ia bisa memamerkan organ intimnya ke orang lain
untuk memuaskan hasrat seksualnya.
Sumber:
Ardianto, Bram. Penyakit Mental Karena Kecanduan Selfie. http://bramardianto.comDetik. Gangguan Jiwa yang Berawal Dari Foto Selfie. http://m.detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar